JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil untuk menghapus izin mendirikan bangunan (IMB) dan menggantinya dengan peraturan pengganti undang-undang (Perpu) tentang Omnibus Law disesalkan sejumlah pihak.
Tak hanya oleh para pelaku bisnis terkait, terutama pengembang, meskipun penghapusan IMB ini dimaksudkan Sofyan untuk memperlancar investasi properti, juga pakar pertanahan dan properti.
Hal ini karena sejumlah prinsip dasar dan potensi persoalan yang akan timbul di kemudian hari jika kelak IMB jadi dihilangkan.
Baca juga: Menyoal Penghapusan IMB, Benteng Terakhir Perizinan Bangunan
Padahal, IMB adalah benteng terakhir yang harus dikantongi pengembang (juga masyarakat umum) untuk mendirikan sebuah bangunan, baik rumah atau fungsi dan jenis properti lainnya.
Esensi IMB adalah izin pemanfaatan ruang yang paling teknis dan paling terakhir sebelum suatu pembangunan bisa dilaksanakan.
Adapun izin pemanfaatan ruang lain adalah izin prinsip, izin lokasi, dan izin penggunaan pemanfaatan tanah (IPPT).
Kewenangan untuk izin prinsip diserahkan kepada pemda. Namun, untuk izin lokasi dan IPPT sejatinya diterbitkan sebelum IMB untuk proyek-proyek tertentu atau untuk perolehan tanah yang melebihi skala luasan tertentu.
Pakar hukum pertanahan dan properti Eddy Leks berpendapat, IMB dibuat untuk mengendalikan tata ruang.
Tak hanya itu, IMB juga berfungsi untuk menjaga keselarasan bangunan-bangunan di suatu zona tertentu dalam skala kecil (setingkat kecamatan) dan juga skala lebih luas, yaitu kabupaten/kota dan provinsi.
Baca juga: Penghapusan IMB Masuk Rencana Omnibus Law
Untuk bangunan-bangunan fungsi dan skala tertentu, tentunya tetap perlu melibatkan Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) yang mengkaji aspek arsitektural, instalasi, dan konstruksi terhadap bangunan tersebut.
Hal ini penting untuk memastikan tata kota dan penampilan bangunan yang selaras dengan tujuan dari kota tersebut, serta aspek keselamatan dari bangunan ketika dioperasikan.
Karena itu, rencana penghilangan IMB harus dievaluasi dan ditinjau ulang. Alih-alih dapat memperlancar investasi, malah menimbulkan sejumlah persoalan kemudian.
"Saya menilai aturan online single submission (OSS) sebenarnya sudah cukup baik. Yang perlu diperhatikan oleh pemerintah pusat adalah implementasi dari aturan tersebut dan sinkronisasi antara aturan nasional dan aturan daerah, jika ingin menarik investasi lebih banyak," jelas Eddy menjawab Kompas.com, Jumat (20/9/2019).
OSS sendiri dibentuk dalam rangka percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha, dengan pelayanan Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik.
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 21 Juni 2018.