JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil untuk menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan menggantinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Omnibus Law menuai pro dan kontra.
Rencana menghilangkan IMB diucapkan Sofyan saat Rapat Koordinasi Kadin Bidang Properti di InterContinental Hotel, Jakarta, Rabu (18//9/2019).
Sofyan menilai, IMB telah menjadi salah satu faktor penghambat investasi, terutama untuk sektor properti, karena itu akan dihapus.
"Izin IMB itu barangkali tidak diperlukan lagi nanti. Izin-izin yang selama ini merepotkan tidak diperlukan lagi. Tinggal kita buat standar-standarnya saja," kata Sofyan.
Tentu, rencana yang terlontar tersebut mendapat dukungan dari para pelaku bisnis properti karena dinilai sangat pro-bisnis dan pro-investasi.
Baca juga: Penghapusan IMB Masuk Rencana Omnibus Law
Namun demikian, di sisi lain, penghilangan IMB ini dikhawatirkan berdampak pada kekacauan pemanfaatan ruang, keselarasan ruang, dan lebih mendasar, mengubah peraturan hukum perundang-undangan.
Ketua Kadin Bidang Properti Hendro S Gondokusumo mendukung semua perizinan yang dinilai pro-bisnis.
"Tetapi, semua perizinan, termasuk IMB, sebaiknya dievaluasi, dan dijadikan lebih sederhana, termasuk proses pengurusan IMB," kata Hendro kepada Kompas.com, Jumat (20/9/2019).
Oleh karena itu, lanjut Hendro, pihaknya akan menunggu aturan yang lebih jelas, dan berharap dalam proses tersebut, pengembang dijadikan mitra dalam melakukan kajian dan diskusi agar hasilnya lebih efektif.
Direktur PT Ciputra Development Tbk Harun Hajadi berpendapat senada. Menurut dia, yang peru dilakukan pemerintah adalah mengevaluasi proses penerbitan IMB dan penerapannya pada bangunan yang sudah jadi.
"Seharusnya pemerintah mengecek apakah IMB sudah sesuai dengan peruntukkan dan kriteria-kriteria yang relevan," kata Harun.
Harun mencontohkan rumit dan kompleksnya proses perizinan di Provinsi DKI Jakarta. Sekalipun pemerintah pusat sudah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XIII guna mendorong bisnis properti, terutama perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bangkit kembali.
Melalui PKE XIII ini, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang menyederhanakan jumlah dan waktu perizinan dengan menghapus atau mengurangi berbagai izin dan rekomendasi untuk membangun rumah MBR, dari semula sebanyak 33 izin dan tahapan, menjadi 11 izin dan rekomendasi.
Dengan pengurangan tahapan itu, maka waktu pembangunan MBR yang selama ini rata-rata mencapai 769-981 hari dapat dipercepat menjadi 44 hari.