JAKARTA, KOMPAS.com — Tak ada orang sukses yang tidak pernah merasakan kegagalan. Tak terkecuali pendiri Sinarmas Group, Eka Tjipta Widjaja, yang tutup usia pada Sabtu (26/1/2019) malam.
Eka Tjipta mengembuskan napas terakhirnya pada usia 98 tahun karena usia lanjut, dan jenazahnya disemayamkan di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.
"Iya betul Pak Eka meninggal dunia," kata Managing Director PT Sinarmas Land Dhonie Rahajoe dalam pesan singkat, Sabtu (25/1/2019) malam.
Pria kelahiran Quanzhou, China, ini bermigrasi ke Indonesia pada 1932. Saat itu, Oei Ek Tjhong, nama kecil Eka, harus berlayar selama tujuh hari tujuh malam untuk tiba di Makassar, Sulawesi Selatan.
Eka bukan berasal dari keluarga kaya. Saat berlayar ke Indonesia pun, ia harus tidur di tempat paling buruk di kapal, yaitu di bawah kelas dek.
Baca juga: Eka Tjipta, Orang Terkaya Ketiga Indonesia Tutup Usia
Dilansir dari Kompas.id, uang lima dollar AS yang dibawa saat perjalanan, tak kuasa ia belanjakan makanan. Sebab, untuk bisa sampai di Indonesia, ia harus berutang kepada rentenir 150 dollar AS.
Untuk melunasi utangnya, Eka kecil langsung bekerja di toko milik ayahnya yang tiba lebih dulu di Makassar. Beruntung, utang tersebut dapat dilunasi dalam kurun dua tahun, seiring kian maju toko ayahnya.
Saat tiba di Indonesia, usianya baru sembilan tahun. Setelah melunasi utangnya, Eka meminta untuk disekolahkan. Namun, ia tak mau bila harus mulai dari kelas satu.
Selesai sekolah dasar, Eka tak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya karena persoalan ekonomi. Ia kemudian mulai berjualan.
Melihat usahanya yang cukup berkembang, Eka kemudian membeli becak untuk membantu mengangkut barang dagangannya.
Baca juga: Gurita Bisnis Sang Taipan Eka Tjipta Widjaja (I)
Tiba-tiba, Jepang menyerbu Indonesia, termasuk Makassar. Invasi tersebut membuat usahanya hancur total.
Keuntungan Rp 200 yang sudah dikumpulkan susah payah selama beberapa tahun habis dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tak ingin putus asa, Eka memilih bangkit. Dengan sepeda bututnya, ia keliling Makassar hingga ke Paotere, sebuah wilayah di pinggiran ibu kota Sulawesi Selatan itu.
Baca juga: Cerita Eka Tjipta Widjaja Jadi Kontraktor Kuburan (III)
Di sana, Eka melihat tentara Jepang mengawasi tawanan pasukan Belanda. Tapi bukan para tentara itu yang menarik perhatiannya, melainkan tumpukan terigu, semen, dan gula yang masih dalam kondisi baik.