Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Eka Tjipta Widjaja, Tamatan SD yang Jadi Taipan Properti (II)

Eka Tjipta mengembuskan napas terakhirnya pada usia 98 tahun karena usia lanjut, dan jenazahnya disemayamkan di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

"Iya betul Pak Eka meninggal dunia," kata Managing Director PT Sinarmas Land Dhonie Rahajoe dalam pesan singkat, Sabtu (25/1/2019) malam.

Pria kelahiran Quanzhou, China, ini bermigrasi ke Indonesia pada 1932. Saat itu, Oei Ek Tjhong, nama kecil Eka, harus berlayar selama tujuh hari tujuh malam untuk tiba di Makassar, Sulawesi Selatan.

Eka bukan berasal dari keluarga kaya. Saat berlayar ke Indonesia pun, ia harus tidur di tempat paling buruk di kapal, yaitu di bawah kelas dek.

Dilansir dari Kompas.id, uang lima dollar AS yang dibawa saat perjalanan, tak kuasa ia belanjakan makanan. Sebab, untuk bisa sampai di Indonesia, ia harus berutang kepada rentenir 150 dollar AS.

Untuk melunasi utangnya, Eka kecil langsung bekerja di toko milik ayahnya yang tiba lebih dulu di Makassar. Beruntung, utang tersebut dapat dilunasi dalam kurun dua tahun, seiring kian maju toko ayahnya.

Hanya tamat SD

Saat tiba di Indonesia, usianya baru sembilan tahun. Setelah melunasi utangnya, Eka meminta untuk disekolahkan. Namun, ia tak mau bila harus mulai dari kelas satu.

Selesai sekolah dasar, Eka tak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya karena persoalan ekonomi. Ia kemudian mulai berjualan.

Melihat usahanya yang cukup berkembang, Eka kemudian membeli becak untuk membantu mengangkut barang dagangannya.

Tiba-tiba, Jepang menyerbu Indonesia, termasuk Makassar. Invasi tersebut membuat usahanya hancur total.

Keuntungan Rp 200 yang sudah dikumpulkan susah payah selama beberapa tahun habis dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Mulai bangkit

Tak ingin putus asa, Eka memilih bangkit. Dengan sepeda bututnya, ia keliling Makassar hingga ke Paotere, sebuah wilayah di pinggiran ibu kota Sulawesi Selatan itu.

Di sana, Eka melihat tentara Jepang mengawasi tawanan pasukan Belanda. Tapi bukan para tentara itu yang menarik perhatiannya, melainkan tumpukan terigu, semen, dan gula yang masih dalam kondisi baik.

Otak bisnisnya pun jalan. Ia segera kembali ke rumah dan bersiap-siap membawa sejumlah perlengkapan.

Eka ingin membuka tenda di sana dan menjual makanan serta minuman kepada tentara Jepang yang berada di sana.

Keesokan harinya, ia sudah berada di Paotere. Berbagai barang dibawanya, mulai dari kopi, gula, kaleng bekas minyak tanah yang diisi air, oven kecil berisi arang untuk membuat air panas, cangkir, sendok, dan sebagainya. Semua alat itu dipinjam dari ibunya.

Tak lupa, enam ekor ayam milik ayahnya juga dipinjam. Ayam tersebut dipotong dan dibikin ayam putih gosok garam. Ia meminjam sebotol whiskey, brandy, dan anggur dari teman-temannya.

Hingga pukul 09.00 WITA, barang dagangannya tak kunjung laku. Ia pun memutuskan untuk mendekati bos pasukan Jepang. Eka kemudian mentraktirnya makan dan minum di tenda.

Setelah mencicipi seperempat ayam komplit dengan kecap cuka dan bawang putih, minum dua teguk whisky gratis, komandan tersebut kemudian memperbolehkan anak buahnya dan tawanan makan minum di tenda Eka.

Tentu saja ia minta izin mengangkat semua barang yang sudah dibuang.

Kerja keras

Barang-barang itu kemudian dibawa pulang ke rumah. Ia mengerahkan anak-anak di kampungnya untuk membawa barang-barang tersebut.

Setiap dari mereka dibayar 5-10 sen. Tak ayal, rumah berikut halaman serta setengah halaman tetangganya penuh terisi berbagai barang.

Tak berhenti sampai sana, ia kemudian bekerja keras untuk memilih barang mana saja yang masih bisa dipakai dan dijual.

Dia bahkan belajar menjahit karung. Karena saat itu masa perang, barang-barang yang ia peroleh tersebut menjadi benda yang sangat berharga.

Demikianlah Eka memulai bisnisnya hingga akhirnya bisnis tersebut berkembang. Ia tak ingin puas dengan satu usaha saja.

Pada 1968, ia memulai usaha kopra pertamanya yang diberi nama Bitung Manado Oli, Ltd.

Empat tahun kemudian, Eka memulai bisnis lain dengan membuat pabrik Tjiwi Kimia yang kemudian bertransformasi menjadi pabrik kertas Sinarmas.

Pada tahun yang sama 1972, ia memulai usaha properti melalui perusahaan bernama PT Duta Pertiwi.

Seiring berjalannya waktu, Eka terus mengembangkan usahanya, mulai dari sektor perbankan melalui Bank Sinarmas, telekomunikasi dengan PT Smart Telecom, hingga pabrik kertas Asia Pulp & Paper.

https://properti.kompas.com/read/2019/01/27/121057021/eka-tjipta-widjaja-tamatan-sd-yang-jadi-taipan-properti-ii

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke