Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2018: Kasus Pertanahan, Aduan Eko hingga Gugatan Handoko

Kompas.com - 28/12/2018, 17:44 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sepanjang tahun 2018, terjadi banyak konflik pertanahan, baik yang melibakan perusahaan maupun antar perorangan.

Berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN), sengketa konflik dan perkara pengadilan mengenai pertanahan berjumlah sekitar 8.500 kasus.

Jumlah kasus ini tersebar di seluruh wilayah provinsi di Indnesia.

Dari 300 kasus yang diambil sebagai sampel, diketahui bahwa jumlah kasus pertanahan tertinggi merupakan konflik yang melibatkan perusahaan, dengan persentase 18 persen.

Sedangkan konflik pertanahan yang melibatkan instansi pemerintah sebesar 15,8 persen serta konflik perorangan 10 persen.

Baca juga: Sengketa Tanah Antar-perorangan Tembus 6.071 Kasus

Beberapa kasus pertanahan yang menyita perhatian antara lain:

Kepemilikan tanah warga nonpribumi di Yogyakarta

Kasus kepemilikan tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta kembali mencuat setelah Handoko, seorang warga Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta.

Warga bernama Handoko mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, atas Surat Instruksi Wakil Gubernur DIY Nomor 898/I/A/1975 tentang Larangan Kepemilikan Hak atas Tanah bagi Warga Nonpribumi.

Namun, gugatan Handoko digagalkan oleh hakim PN Yogyakarta pada 20 Februari 2018. Menurut pendapat majelis hakim, berdasarkan fakta yang diperoleh di persidangan, kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Karena, bertujuan melindungi kepentingan umum, yakni masyarakat ekonomi lemah.

Hal ini terkait pula dengan Keistimewaan DIY yang secara tegas memberikan kewenangan istimewa di bidang pertanahan, serta menjaga kebudayaan khususnya keberadaan Kasultanan Ngayogyakarta.

Rumah terkepung tetangga

Eko Purnomo (37), warga Kampung Sukagalih, Desa Pasir Jati, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung terusir dari rumahnya sendiri.

Rumah yang ditempati Eko terhalang dinding rumah tertangga, akibatnya tidak ada akses jalan masuk menuju ke rumah.

Baca juga: Eko Mengadu ke Presiden soal Akses Jalan Rumah yang Tertutup Tetangga

Sebelum tertutup dinding rumah tetangga, menurut Eko, dirinya sempat menawar beberapa meter laha milik tetangganya yang akan membangun rumah di depan dan samping kiri, agar keluarganya dapat masuk.

Saat itu Eko menawar dengan harga Rp 10 juta untuk membeli lahan sepanjang 21 meter dengan lebar setengah meter. Namun penawaran tersebut ditolak karena dinilai kurang cocok.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com