Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kaleidoskop 2018: Kasus Pertanahan, Aduan Eko hingga Gugatan Handoko

Berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN), sengketa konflik dan perkara pengadilan mengenai pertanahan berjumlah sekitar 8.500 kasus.

Jumlah kasus ini tersebar di seluruh wilayah provinsi di Indnesia.

Dari 300 kasus yang diambil sebagai sampel, diketahui bahwa jumlah kasus pertanahan tertinggi merupakan konflik yang melibatkan perusahaan, dengan persentase 18 persen.

Sedangkan konflik pertanahan yang melibatkan instansi pemerintah sebesar 15,8 persen serta konflik perorangan 10 persen.

Beberapa kasus pertanahan yang menyita perhatian antara lain:

Kepemilikan tanah warga nonpribumi di Yogyakarta

Kasus kepemilikan tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta kembali mencuat setelah Handoko, seorang warga Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta.

Warga bernama Handoko mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, atas Surat Instruksi Wakil Gubernur DIY Nomor 898/I/A/1975 tentang Larangan Kepemilikan Hak atas Tanah bagi Warga Nonpribumi.

Namun, gugatan Handoko digagalkan oleh hakim PN Yogyakarta pada 20 Februari 2018. Menurut pendapat majelis hakim, berdasarkan fakta yang diperoleh di persidangan, kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Karena, bertujuan melindungi kepentingan umum, yakni masyarakat ekonomi lemah.

Hal ini terkait pula dengan Keistimewaan DIY yang secara tegas memberikan kewenangan istimewa di bidang pertanahan, serta menjaga kebudayaan khususnya keberadaan Kasultanan Ngayogyakarta.

Rumah terkepung tetangga

Eko Purnomo (37), warga Kampung Sukagalih, Desa Pasir Jati, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung terusir dari rumahnya sendiri.

Rumah yang ditempati Eko terhalang dinding rumah tertangga, akibatnya tidak ada akses jalan masuk menuju ke rumah.

Sebelum tertutup dinding rumah tetangga, menurut Eko, dirinya sempat menawar beberapa meter laha milik tetangganya yang akan membangun rumah di depan dan samping kiri, agar keluarganya dapat masuk.

Saat itu Eko menawar dengan harga Rp 10 juta untuk membeli lahan sepanjang 21 meter dengan lebar setengah meter. Namun penawaran tersebut ditolak karena dinilai kurang cocok.

Setelah melalui mediasi, Eko akhirnya memiliki akses jalan ke rumah. Hal ini terjadi lantaran salah satu tetangganya, memberikan akses jalan. Ke depan setelah akses jalan didapatkannya, Eko berencana menjual rumah miliknya tersebut.

Namun, hal itu akan dilakukannya usai mendapatkan hak jalan yang ada pada denah sertifikat yang dimilikinya.

Sengketa lahan Kantor DKPP Jabar

Pihak ahli waris atas nama RD. Adikusumah dibantu kelompok organisasi masyarakat kembali menduduki kantor yang berlokasi di Jalan Ir. H. Djuanda tersebut, pada Senin (1/10/2018).

Sengketa lahan tersebut sudah berlangsung selama puluhan tahun. Dikonfirmasi terpisah, Sekda Jabar Iwa Karniwa mengatakan, saat ini kasus tersebut masih tahap peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung.

Asisten Daerah Bidang Administrasi Setda Provinsi Jawa Barat Koesmayadi Tatang Padmadinata menegaskan, bangunan Kantor Dinas Peternakan telah memiliki IMB yang sah dan juga telah tercatat di dalam Buku Inventaris Barang Milik Negara.

Sehingga dilindungi oleh hukum berdasarkan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang melarang pihak mana pun untuk melakukan penyitaan terhadap barang milik negara/daerah.

Kasus sengketa lahan di Pulau Pari

Sengketa lahan di Pulau Pari berawal pada 2014 ketika perwakilan PT Bumi Pari Asri mendatangi warga Pulau Pari dan mengklaim lahan tempat tinggal mereka sebagai lahan milik perusahaan tersebut. Perusahaan mengklaim memiliki sertifikat hak milik.

Namun warga menentang klaim tersebut dan melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang Kantor Pertanahan Jakarta Utara, dalam menerbitkan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) kepada PT Bumi Pari Asri.

Mereka tak pernah mengetahui, ada pengukuran untuk kepentingan penerbitan sertifikat di tanah yang selama ini jadi tempat tinggal mereka. 

Perkembangan terakhir, Ombudsman menemukan adanya tindak malaadministrasi yang dilakukan Kantor Pertanahan Jakarta Utara dalam menerbitkan 62 SHM dan 14 SHGB atas nama PT Bumi Pari Asri di Pulau Pari.

Salah satunya karena proses pengukuran tidak diinformasikan atau tidak diketahui warga Pulau Pari, atau yang berbatasan dengan bidang-bidang tanah.

Selain itu, Ombudsman juga meminta BPN DKI Jakarta, mengevaluasi surat keputusan (SK) pemberian SHGB kepada PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Raya Griyanusa.

Hasil pengukuran atau daftar peta bidang tanah juga tidak diumumkan sehingga warga Pulau Pari tidak memiliki kesempatan menyatakan keberatan mereka.

Lahan pabrik gula diduduki warga

Lahan milik Pabrik Gula (PG) Jatitujuh milik PT Rajawali II di Indramayu dan Majalengka, Jawa Barat diduduki warga.

Penyerobotan tanah berawal dari tahun 2014 oleh sejumlah warga Desa Sukamulya, Cikedung, Jatisura, mulyasari, Loyang, dan Amis. Mereka menuntut agar Hak Guna Usaha (HGU) PG Jatitujuh dihutankan kembali.

Jumlah warga yang menduduki lahan kemudian kian bertambah, yaitu dari masing masing 11 desa di Majalengka dan Indramayu.

Luas lahan yang diduduki sudah meluas menjadi sekitar 5.000 hektar. Total luas lahan PG Jatitujuh, 11.921 hektar, terdiri dari luas lahan di Majalengka seluas 5.000 hektar, dan luas lahan di Indramayu 6.921 hektar.

Pada Oktober 2018, masyarakat yang mengokupasi lahan PG Jatitujuh memanfaatkan sebagian lahan untuk menanam pisang, singkong, palawija, dan membuka lahan sawah.

Kepala Bagian Legal PT Rajawali II, Karpo Budiman Nursi, mengatakan, lahan yang diduduki warga berasal dari lahan kawasan hutan untuk PG Jatitujuh lewat proses tukar guling lahan pada 1976.

Karpo menjelaskan, sebelumnya, pihak PT Rajawali II sudah melakukan mediasi. Namun karena langkah tersebut tidak digubris, PT Rajawali terpaksa membawa kasus itu ke meja hijau dan menang.

https://properti.kompas.com/read/2018/12/28/174424421/kaleidoskop-2018-kasus-pertanahan-aduan-eko-hingga-gugatan-handoko

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke