BANDARLAMPUNG, KOMPAS.com - Jalan Ir Sutami, terletak di arah Timur Kota Bandarlampung, merupakan pusat kawasan industri di Provinsi Lampung.
Berbagai perusahaan berskala nasional hingga internasional lengkap ada di sana. Tentu, dalam mengoperasikan industrinya, mereka menggunakan bahan bakar.
Namun, bahan bakar apa yang digunakan?
Kompas.com mencoba mengulik tentang bahan bakar yang mereka gunakan untuk memproduksi barang-barang yang mereka buat.
Salah satu industri yang dikunjungi adalah PT Chiel Jedang. Industri pabrikan yang bergerak di bidang pakan ternak ayam dan udang, ini memproduksi 12.000-14.000 ton pakan ayam dan 3.000 ton pakan udang per bulan.
Sebelumnya, mereka menggunakan batu bara dan cangkang sawit sebagai bahan bakar mesin pengeringan jagung untuk pakan ternak ayam dan udang.
Namun, seiring menguatnya permintaan, mereka berencana menambah kapasitas produksi dengan cara mengubah penggunaan bahan bakar.
Sejak pemerintah melalui PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Lampung membangun infrastruktur jaringan gas sepanjang 96 kilometer, PT Chiel Jedang pun perlahan menggantikan bahan bakar batu bara dan cangkang sawit, dengan menggunakan gas alam.
Jalur jaringan pipa gas yang dibangun tersebut membentang dari stasiun gas di laut Pantai Timur Labuhan Maringgai Lampung hingga ke Kota Bandarlampung.
Tentu saja, kondisi ini dapat mengakomodasi kebutuhan industri akan gas alam sebagai energi alternatif ramah lingkungan dan bernilai ekonomis.
"Pertama kami pakai bahan bakar untuk mengeringan jagung menggunakan batu bara lalu menggunakan cangkang sawit dan beralih ke gas alam," kata Sandu Budiono saat dikunjungi Kompas.com pada Jumat (7/12/2018).
Perusahaan itu mempunyai tiga mesin pengering, satu mesin menggunakan bahan bakar batu bara, cangkang sawit, dan gas alam.
Dia mengungkapkan, sering menemui kendala saat menggunakan bahan bakar batu bara dan cangkang sawit.
Khusus untuk bahan bakar batu bara, lebih mahal karena harganya Rp 930 per kilogram. Belum ongkos pembuangan limbah B3 yang harus dikirim ke Bogor.