JAKARTA, KOMPAS.com - Istilah Transit Oriented Development (TOD) makin massif terdengar. Bahkan beberapa tahun terakhir, pengembangan proyek berbasis TOD mengemuka, menyusul percepatan pembangunan beberapa proyek infrastruktur transportasi seperti mass rapid transit (MRT), dan juga light rail transit (LRT).
Ini karena aspek terpenting dari TOD adalah integrasi antara properti dengan transportasi umum. Di Indonesia, proyek hunian TOD dibangun di tengah kota-kota besar yang dekat dengan fasilitas transportasi publik.
Pelaksanaan pembangunan hunian berbasis TOD diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan pertanahan Nasional (Permen ATR/Kepala BPN) Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit.
Baca juga: Negara Harus Intervensi Implementasi TOD BUMN
Namun peraturan ini dianggap belum cukup konkret dan jelas. Menurut Ketua Ikatan Ahli Perencanaan (IAP), Bernardus Djonoputro, Selasa (11/12/2018), pemerintah hanya memberikan hak khusus pengelolaan dan pengembangan kawasan, memaksimalisasi gross floor area (GFA), sehingga pengelola bisa mendapatkan internal rate of return (IRR) yang menarik.
Padahal menurut Bernardus, ada hal yang lebih penting yakni pengeluaran anggaran yang harus dialokasikan pemerintah dengan tujuan melakukan peremajaan suatu kota.
Hal ini diakui Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Hamid.
Dia mengaku, saat ini konsep TOD yang ideal diterapkan di Jakarta dan kota-kota lainnya masih dalam kajian dan terus digodok dengan melibatkan para ahli, akademisi, dan praktisi.
"Konsepnya belum ada. Namun karena kebutuhan perumahan demikian mendesak, per tahun 800.000 unit, kami jalankan secara paralel. Konsep dan pelaksanaan dilakukan bersamaan," jelas Khalawi menjawab Kompas.com, Kamis (13/12/2018).
Kehadiran transportasi massal dinilai sebagai fasilitas yang wajib disediakan untuk kemudahan pergerakan orang-orang yang tinggal di kawasan hunian berbasis TOD.
Baca juga: TOD, Solusi Kemacetan dan Hunian Murah MBR
Hunian berkonsep TOD juga harus berbasis konektivitas. Artinya orang yang tinggal di hunian tersebut bisa mengakses berbagai moda transportasi umum yang aman, nyaman, dan terjangkau dengan mudah.
Selain itu, hunian ini juga didukung dengan infrastruktur yang memadai. Jika tidak, maka nilai jual suatu hunian dan lahan di sekitarnya akan cenderung stagnan.
Dari jenis propertinya, karena tanah yang terbatas, hunian berbasis TOD lebih banyak dibangun secara vertikal alih-alih rumah tapak.
Hunian TOD juga dianggap lebih menarik karena letaknya yang terhubung dengan moda transportasi massal.
Sedangkan segmen propertinya tidak hanya untuk menengah ke atas, namun juga menengah ke bawah. Meski memang dari sisi komposisi, jumlah unit yang diperuntukkan bagi menengah ke bawah lebih sedikit.