Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pariwisata, Upaya Menghidupkan Kembali Desa "Hantu" Italia

Kompas.com - 29/10/2018, 20:30 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ribuan permukiman kuno di Italia telah banyak ditinggalkan penduduknya, akibat kurangnya lapangan pekerjaan.

Selain itu, kemiskinan dan gempa bumi menambah daftar alasan masyarakat meninggalkan daerah-daerah tersebut.

Salah satu desa kuno yang ditinggalkan penduduknya adalah Santo Stefano di Sessanio. Desa yang berada di Provinsi L'Aquilla ini menjadi salah satu desa hantu di selatan Italia.

Sekilas, wilayah desa ini terlihat bak latar tempat di adegan film abad pertengahan. Bangunan-bangunan kuno masih berdiri kokoh di atas perbukitan.

Namun kekosongan tampak saat Daniele Kihlgreen, salah satu pengusaha asal Amerika Serikat, mengunjungi tempat ini.

Baca juga: Ditinggal Penghuninya, Desa Ini Berubah Jadi Hotel

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di desa ini, 20 tahun lalu, Kihlgreen melihat sebuah desa yang sangat sepi.

Kepada BBC, Kihlgreen bercerita, dulunya hanya ada beberapa orang yang tersisa di desa ini.

"Warga sudah pergi karena kemiskinan, karena tidak memiliki kesempatan untuk bertahan secara ekonomi di tempat seperti ini," ujar Kihlgreen.

Ia kemudian memiliki inisiatif untuk membuat desa ini kembali dikunjungi. Salah satunya adalah dengan membangun hotel di bekas bangunan.

Kihlgreen lalu memutuskan untuk membangun sebuah tempat wisata yang berkelanjutan. Tak hanya menawarkan penorama desa di abad pertengahan, Kihlgreen juga mengenalkan turis pada kebiasaan dan budaya masyarakat setempat.

Konsep ini kemudian dinamakan Albergo Diffuso, yaitu sebuah usaha inovatif untuk menghidupkan kembali wilayah kecil dan bersejarah di Italia dengan metode pariwisata.

Salah satu ruangan hotel di Desa Santo Stefanosantostefano.sextantio.it Salah satu ruangan hotel di Desa Santo Stefano
Kihlgreen mengubah hampir seluruh bangunan di desa menjadi ruang hotel. Setiap ruangan hotel diperbaiki agar mirip dengan suasana di abad pertengahan Eropa.

"Ketika pertama kali datang, di sini hanya ada satu hotel, kini ada 21 hotel di seluruh desa," ucap Kihlgreen.

Dia menambahkan, turis dan warga tidak akan melihat tanda adanya hotel di tempat ini. Bahkan tidak ada plang atau papan nama yang menyebutkan bahwa desa ini merupakan sebuah hotel.

"Ini karena kami ini mempertahankan identitas desa ini," imbuh Kihlgreen.

Halaman:



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau