Hal ini karena segala deregulasi perpajakan terganjal otonomi daerah. Dengan berlakunya otonomi daerah, praktis, pemerintah pusat tidak bisa melakukan intervensi.
Oleh karena itu, Pitoby mengharapkan pemerintah daerah bisa segera menghapus pajak BPHTB atau pun menurunkannya dari 5 persen menjadi 2,5 persen.
Menurut Pitoby, Pemda NTT saat ini masih berpatokan pada Undang Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2009 tetang BPHTB.
UU tersebut mencantumkan harga jual rumah dikurangi dengan Nilai Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NOTKP) sebesar Rp 60 juta.
Pada tahun 2009, harga jual rumah MBR masih berkisar Rp 55 juta sehingga saat itu masyarakat tidak membayar BPHTB.
Namun sekarang harga rumah telah mencapai Rp 148 juta sehingga konsekuensinya masyarakat harus membayar BPHTP.
Adapun cara menghitung BPHTB adalah harga jual rumah dikurangi Rp 60 juta sebagai NOPTKP.
Contohnya, harga rumah Rp 135,5 juta, dikurangi Rp 60 juta hasilnya Rp 90 juta dan dikalikan 5 persen, sehingga masyarakat harus menyetor Rp 4,5 juta.
Ditambah satu persen sebagai uang muka, akan dihasilkan angka pajak yang harus dibayarkan ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) NTT.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.