Tidak semua bambu bisa digunakan sebagai material bangunan. Andrea menuturkan, bambu yang dapat digunakan merupakan jenis petung atau Dendrocalamus asper. Jenis bambu ini dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah Asia Tenggara.
"Dari Mindanao sampai Thailand, dan Indonesia," ujar Andrea.
Andrea menambahkan, bambu petung merupakan yang paling digemari di kawasan Asia Tenggara. Selain karena diameternya yang lumayan besar, bambu petung juga memiliki dinding yang cukup besar, yakni sekitar 10 hingga 20 sentimeter.
Andrea mengatakan, tak hanya bambu jenis petung, untuk fungsi bangunan lainnya juga bisa menggunakan bambu wulung untuk bagian balok dan bambu apus untuk kaso.
Untuk atap bisa digunakan bambu yang sudah dibuat rata. Bambu yang digunakan merupakan jenis bambu gombong yang umum ditemukan di Jawa Barat.
"Kalau dirancang dengan baik bisa jadi permanen. Misalnya di Lombok itu ada masjid yang terbuat dari bambu umurnya sudah 200 tahun, pada gempa terakhir masjid masih berdiri," imbuh Andrea.
Meski merupakan bahan yang mudah ditemukan dan tahan terhadap berbagai kondisi, bambu juga membutuhkan perlakuan khusus.
"Bambu sama seperti material organik lain, harus terlindung dari cuaca dan kelembaban," ujar Andrea.
Untuk itu, Andrea menyarankan, fondasi bangunan berbahan bambu harus berbentuk umpak atau panggung dan tidak menempel di atas tanah.
Ketinggian ini bisa bervariasi tergantung rancangan bangunan. Menurut Andrea, jarak bangunan dengan tanah minimal 40 sentimeter.
"Agar kelembaban tanah tidak menjalar ke bambu," ucap dia.
Andrea menambahkan, kelembaban tanah bisa merusak struktur bambu. Selain itu, jarak bangunan bambu dari tanah juga bisa membuat material bambu terhindar dari rayap yang dapat merusak.
"Bagian bawah tiang dicor lagi, 75 sentimeter," imbuh Chiko.
Selain itu, setiap tiga tahun sekali dilakukan recoating untuk menjaga bilah-bilah bambu tetap terjaga. Lebih lanjut, lubang di kedua sisi bambu dapat menjadi sarang berbegai binatang seperti tikus dan ular.