KOMPAS.com — Bambu sudah mulai dilirik sebagai salah satu alternatif dalam dunia arsitektur. Tak hanya digunakan sebagai material utama dalam mendirikan bangunan, bahan lokal ini juga mulai menjadi salah satu elemen dalam desain interior.
Menurut arsitek I Made Wirahadi Purnawan atau yang akrab disapa Chiko Wirahadi ini, adanya tren eco friendly building membuat bambu menjadi salah satu material yang berkembang saat ini.
Arsitek yang juga mengembangkan konstruksi bambu ini mengungkapkan, material bambu sebenarnya baik digunakan sebagai pengganti material konvensional.
Baca juga: Merawat Semangat Belajar Kanak-kanak di Sekolah Berbahan Bambu
Namun, karena bambu masih diklasifikasikan sebagai bangunan nonpermanen, penggunaannya baru dikembangkan di daerah-daerah tertentu, seperti sempadan pantai dan area wisata.
Selain itu, pemanfaatan material ini juga dianggap terlambat. Menurut arsitek Andrea Fitrianto, capaian rekayasa bambu sudah terlambat selama dua abad dibanding kayu.
"Di Toraja di banyak daerah lain, bambu juga sudah dipakai sebagai bahan konstruksi, misalnya di jembatan pedalaman Jawa Barat. Tapi untuk sampai ke dunia pendidikan formal, di kampus, ini masih belum," imbuh dia.
"Ada pemao baru-baru ini, bambu disebut the green steel, atau baja hijau," ujar Andrea.
Dia menambahkan, ini karena bambu memiliki serta yang melampaui kekuatan daya tarik baja dengan diameter yang sama.
"Tapi itu baru terbukti di laboratorium, di dalam praktek masih banyak tantangan untuk merancang bangunan bambu," ucap Andrea.
Selain itu, bambu juga tahan terhadap angin. Ini karena bangunan yang terbuat dari bambu cenderung tidak tertutup dan memiliki banyak pori-pori sebagai jalur angin. Ketahanan terhadap angin juga bisa ditingkatkan dengan bermain pada bukaan atap.
"Banyak celah fleksibel yang bisa dilalui angin," ujar Chiko.
Namun, Chiko mengingatkan, ketahanan terhadap angin ini tidak sepenuhnya mutlak.
"Yang ditakutkan puting beliung karena bambu termasuk bangunan ringan," imbuh dia.
Kelemahan lain dari bambu adalah sifatnya yang tidak tahan terhadap api.
Tidak semua bambu bisa digunakan sebagai material bangunan. Andrea menuturkan, bambu yang dapat digunakan merupakan jenis petung atau Dendrocalamus asper. Jenis bambu ini dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah Asia Tenggara.
"Dari Mindanao sampai Thailand, dan Indonesia," ujar Andrea.
Andrea menambahkan, bambu petung merupakan yang paling digemari di kawasan Asia Tenggara. Selain karena diameternya yang lumayan besar, bambu petung juga memiliki dinding yang cukup besar, yakni sekitar 10 hingga 20 sentimeter.
Untuk atap bisa digunakan bambu yang sudah dibuat rata. Bambu yang digunakan merupakan jenis bambu gombong yang umum ditemukan di Jawa Barat.
"Kalau dirancang dengan baik bisa jadi permanen. Misalnya di Lombok itu ada masjid yang terbuat dari bambu umurnya sudah 200 tahun, pada gempa terakhir masjid masih berdiri," imbuh Andrea.
Meski merupakan bahan yang mudah ditemukan dan tahan terhadap berbagai kondisi, bambu juga membutuhkan perlakuan khusus.
"Bambu sama seperti material organik lain, harus terlindung dari cuaca dan kelembaban," ujar Andrea.
Untuk itu, Andrea menyarankan, fondasi bangunan berbahan bambu harus berbentuk umpak atau panggung dan tidak menempel di atas tanah.
Ketinggian ini bisa bervariasi tergantung rancangan bangunan. Menurut Andrea, jarak bangunan dengan tanah minimal 40 sentimeter.
"Agar kelembaban tanah tidak menjalar ke bambu," ucap dia.
Andrea menambahkan, kelembaban tanah bisa merusak struktur bambu. Selain itu, jarak bangunan bambu dari tanah juga bisa membuat material bambu terhindar dari rayap yang dapat merusak.
"Bagian bawah tiang dicor lagi, 75 sentimeter," imbuh Chiko.
Selain itu, setiap tiga tahun sekali dilakukan recoating untuk menjaga bilah-bilah bambu tetap terjaga. Lebih lanjut, lubang di kedua sisi bambu dapat menjadi sarang berbegai binatang seperti tikus dan ular.
Maka, sebelum digunakan, lubang-lubang yang terdapat pada batang bambu harus ditutup terlebih dahulu.
Selebihnya, produsen atau pemilik bisa menggunakan berbagai cara alternatif untuk mencegah binatang tidak masuk ke lubang-lubang bambu. Chiko mengungkapkan, racun tikus atau jangkrik bisa dimasukkan agar tikus atau pun ular tidak menjadikan lubang bambu sebagai sarang.
"Kira-kira di atas tiga dan di bawah lima tahun," ungkap Chiko.
Selain itu, pemotongan bambu juga harus memerhatian musim. Chiko menjelaskan, pada saat musim hujan, rebung mulai tumbuh, sehingga pada masa ini kandungan air pada bambu mencapai puncaknya.
"Bulan Desember-Januari enggak baik (untuk pemotongan bambu). Bulan kemarin saat masa peralihan adalah waktu terbaik," ucap dia.
Dibanding kayu, bambu memiliki keuntungan lain, yakni mudah ditemukan. Menurut Andrea, material bambu lebih mudah didapat karena tidak membutuhkan waktu lama untuk panen.
"Kayu sekarang jadi mahal karena kelangkaan, kita harus tunggu berpuluh tahun sampai tanamn kayu cukup kuat hingga bisa digunakan untuk bangunan," ucap Andrea.
Dia menambahkan, sementara bahan bambu hanya membutuhkan waktu hingga tiga tahun untuk dapat dipanen. Ini karena bambu tergolong rerumputan.
Keuntungan lainnya adalah, setiap tanaman bambu bisa hidup hingga 70 sampai 100 tahun.
"Kalau kita lihat di Kebun Raya Bogor, itu banyak bambu uang masih individu sama yang pertama ditanam sejak kebun itu dibuka," imbuh dia.
Ketika batang bambu dipanen, maka tanaman induknya tidak lantas langsung mati. Berbeda dengan kayu yang jika ditebang maka tanamannya induknya langsung mati.
Sehingga, menurut Andrea, dari sisi siklus alam bambu lebih sesuai dengan kebutuhan untuk membangun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.