JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah hunian vertikal di Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Menurut Ketua Real Estate Indonesia (REI), Soelaiman Soemawinata, pertumbuhan tersebut tidak hanya terjadi di kota besar seperti Jakarta dan kota besar lain di pulau Jawa, tapi juga di Medan hingga Pontianak.
Namun, maraknya pembangunan apartemen tersebut tidak dibarengi dengan aturan yang memadai.
"Misalnya saja mengenai pertelaan yang belum semua daerah memiliki aturan dasar hunian highrise itu,” ujar Soelaiman dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (19/9/2018).
Baca juga: Kasus Apartemen LA City, Konsumen Sepakat Perpanjang Waktu Tunggu
Menurut Eman, tidak adanya aturan yang mengakomodasi perkembangan apartemen, dapat memicu permasalahan lain, khususnya kehidupan bermasyarakat di dalam proeprti tersebut.
Selain itu, kehidupan masyarakat ke depan akan berkembang menjadi urban. Sehingga pemerintah daerah harus segera memiliki aturan mengenai hunian vertikal dan komersial.
Adanya aturan yang jelas tidak hanya akan mendorong daerah memiliki regulasi serupa, juga mampu membuat daerah yang sudah memiliki aturan untuk lebih bersikap bijaksana.
Manfaat lainnya adalah dapat menarik investor masuk ke daerah tersebut.
Padahal rancangan PP tersebut sudah dilakukan selama tujuh tahun terakhir oleh Kementerian PUPR.
Lebih lanjut, Erwin mengatakan, berdasarkan rancangan PP terbaru yang ia peroleh, terdapat beberapa poin aturan yang justru kontroversial jika diterbitkan.
Pertama, mengenai hak suara. Setiap pemilik rusun hanya diberikan satu hak suara, meski unit yang dimiliki lebih dari satu.
Baca juga: Kasus Acho, Apartemen Green Pramuka, dan Absennya Peran Pemerintah
Padahal di sisi lain, pemilik tetap membayar IPL sebanyak unit yang dimiliki. Aturan tersebut dinilai tidak mencerminkan asas keadilan.
Pemangkasan hak suara ini dirancang untuk mencegah para pengembang menguasai rusun yang dibangunnya.
Pandangan ini dinilai tidak mendasar. Hal ini karena pengembang tentu membangun rusun untuk dijual agar bisa mendapatkan untung dan bukan untuk dimiliki sendiri.
Selain itu, Erwin menuturkan, siapa pun yang memiliki unit lebih dari satu, entah itu pengembang atau perorangan harusnya memiliki hak yang sama.