Di samping itu, Tasikmalaya juga dikenal sebagai pusat sentra kerajinan kriya terutama yang berbahan dasar bambu.
"Lalu kita cari cara supaya bambu ini menjadi bangunan yang permanen. Jadi bambunya diolah dulu baru bisa digunakan untuk bahan bangunan," ungkap Andrea.
Tiap bagian bambu tersebut kemudian disambung. Andrea mengatakan tiap sambungan harus kuat agar tidak mudah lepas. Untuk itu, setiap sambungan tidak menggunakan ijuk melainkan dengan mur, baut, serta baja.
"Sepanjang sejarah bambu kita pakai, tapi kadang sambungannya jebol karena pakai ijuk atau bambunya dimakan kutu," cetus Andrea.
Untuk itu, bambu harus diawetkan terlebih dahulu, sebelum bisa digunakan. Bambu yang digunakan merupakan jenis khusus yang paling kuat, yakni Dendrocalamus asper.
Andrea menambahkan, bambu yang memiliki diameter besar dan bilah-bilah panjang ini banyak ditemukan di Asia Tenggara.
Selain itu, bambu jenis Gigantochloa apus juga turut digunakan sebagai komponen tambahan.
"Bambu sebetulnya ada dua jenis, satu lagi bambu pring apus kalo di Jawa. Sisanya bahan biasa yang tersedia di toko bangunan kayak multiplek, lalu genting tanah liat," tuntasnya.
Detail bangunan
Andrea mengatakan, dinding miring ini berfungsi agar air hujan tidak langsung masuk ke jendela.
Bidang miring ini juga menambah kesan estetis bangunan. Menurut dia, rancangan struktur dinding ini cocok untuk iklim Indonesia.
Rangka utama bambu dirancang terpisah dari lantai untuk memungkinkan perluasan di masa mendatang.
Bagian dinding menggunakan bahan dari multiplek sementara atap terbuat dari genting tanah liat.
Bangunan PAUD ini mampu menopang beban hingga seberat 200 kilogram per meter persegi.