Hawa segar terasa saat berjalan menuju ke bagian belakang rumah. Pada bagian ini terdapat taman yang dihiasi dua buah patung Dwarapala.
Pada bagian belakang gedung berdiri megah sebuah pendopo. Menurut Sri Mulyani, bangunan pendopo sering digunakan masyarakat untuk berbagai keperluan.
"Pendopo ini bangunan baru, bedanya dulu saat era Pak Jokowi cuma punya dua anak tangga. Saat ini pendopo ditinggikan, anak tangganya sekarang ada tujuh," ungkap Sri Mulyani.
Ciri arsitektur
Salah satu ciri arsitektur ini adalah adanya menara semu dan kolom yang menggunakan gaya greco-roman.
Pilar-pilar yang digunakan juga mengadopsi gaya greco-roman dengan dominasi warna hijau. Pilar ini berbentuk bulat dengan ragam ornamen di bagian bawah dan atas.
Menurut Titis Srimuda Pitana, dosen jurusan arsitektur Universitas Sebelas Maret sekaligus pemerhati bangunan cagar budaya mengatakan, ragam hias pada pilar merupakan perpaduan gaya Eropa dan Jawa.
Titis melanjutkan, ragam hias yang ada menggunakan motif lokal seperti pola tanaman dan burung. Ada pula motif semian yang identik dengan berbagai gambar sulur Jawa.
Ciri khas lainnya adalah pengunaan menara semu pada bagian atap. Selain itu, adanya jendela kecil pada bagian atap dan mahkota di bagian depan juga menyesuaikan pada kearifan lokal.
"Ciri arsitektur tropis kena, atap besar untuk mengantisipasi curah hujan tinggi. Penggunaan ruang dengan karakter besar antara floor to ceiling cukup tinggi, ini mengadopsi dari Eropa," ungkap laki-laki yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Ahli Cagar Budaya ini.
Titis mengungkapkan, bahan bangunan yang digunakan sebagian besar didatangkan dari Eropa. Bahkan besi tempanya dipesan khusus dari Jerman.
Hingga kini desain bangunan inti masih dipertahankan. Perbaikan kerusakan selalu dilakukan sesuai dengan kaidah penanganan objek cagar budaya.
Menurut Titis, Loji Gandrung merupakan karya arsitek Belanda, C.P. Wolff Schoemaker yang banyak merancang bangunan ikonik di beberapa kota, khususnya Bandung.