Menurut dia, masyarakat sebenarnya memiliki kemampuan untuk membeli rumah meski harus menyetorkan sejumlah uang untuk DP.
Kalaupun BI ingin merelaksasi LTV, paling tidak harus ada uang muka yang harus disetorkan masyarakat ketika ingin mengajukan KPR, minimal 1 persen.
"Itu masih terjangkau. Bagi kreditur DP 1 persen itu paling sekitar Rp 1,5 juta, cicilan juga Rp 1 jutaan, masa enggak terjangkau? Enggak masuk akal-lah," ujarnya.
Baca juga: Pengamat: Relaksasi LTV Hanya Dinikmati Kelas Menengah
Untuk diketahui, BI memberi kebebasan kepada perbankan untuk mengatur rasio LTV kedit properti dan pembiayaan properti fasilitas rumah pertama untuk semua tipe.
"Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan kesempatan kepada masyarakat, terutama first time buyer untuk memenuhi kebutuhan rumah pertama melalui KPR ( Kredit Pemilikan Rumah)," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur (RDG), Jumat (29/6/2018).
LTV sendiri berhubungan dengan rasio pinjaman yang diterima debitor KPR dari bank, sehingga mempengaruhi DP yang harus dibayar konsumen.
Semakin longgar atau besar rasio LTV, semakin kecil DP yang disediakan konsumen, sehingga bisa meningkatkan daya beli.
Pada aturan LTV sebelumnya, BI menetapkan besar uang muka pembelian rumah pertama mencapai 10 persen dari harga rumah.
Dengan ketentuan baru ini, Bank Indonesia membebaskan besaran uang muka tersebut kepada pihak bank.
"Besaran rasio LTV diserahkan kepada manajemen risiko masing-masing bank," sebutnya.
Sementara untuk rasio LTV rumah kedua dan seterusnya diatur pada kisaran 80 persen hingga 90 persen, kecuali rumah tipe 21.
"Untuk tipe di bawah 21 meter persegi yang memang kami bebaskan untuk LTV-nya," ujar Perry.