Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsumen Butuh Bunga Rendah dan Tenor Panjang Ketimbang DP 0 Rupiah

Kompas.com - 04/07/2018, 15:37 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Associate Director Investment Service Colliers International Indonesia Aldi Garibaldi menuturkan, kebijakan relaksasi Loan to Value (LTV) yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) tidak bisa mendorong kebangkitan sektor properti.

Alih-alih dapat menarik minat konsumen membeli rumah, kebijakan populis ini justru berpotensi meningkatkan Non Performing Loan (NPL) properti.

"Saya tegaskan tidak berpengaruh sama sekali. Terutama untuk kelas menengah bawah," kata Aldi menjawab Kompas.com, usai pemaparan Colliers Quarterly Property Market, di Jakarta, Rabu (4/7/2018).

Baca juga: Relaksasi LTV Dianggap Mengekor Program Anies-Sandi

Dengan kebijakan ini, lanjut Aldi, konsumen justru akan terbebani cicilan tinggi setiap bulannya karena mereka dibebaskan dari membayar uang muka atau down payment (DP).

Sementara di sisi lain, tenor atau jangka waktu kredit maksimal hanya 15-20 tahun dengan suku bunga yang masih terhitung tinggi.

"Konsumen sebenarnya butuh bunga KPR rendah dan jangka waktu cicilan yang panjang ketimbang DP 0 Rupiah," tambah Aldi.

Jadi, concern  BI seharusnya utak-atik amortisasi tenor hingga maksimum 30 tahun, dan suku bunga rendah. Bukan malah mortgage concern.

Kalangan menengah bawah, kata Aldi, tidak akan menunggak cicilan, karena mereka tahu bahwa properti tersebut pada akhir tenor akan menjadi asetnya.

Hal ini berbeda dengan kalangan menengah atas yang menjadikan kredit properti sebagai instrumen utang opsional dan properti yang dibelinya hanya sebagai salah satu instrumen investasi.

Menurut Aldi, jika BI mengutak-atik atau mengubah suku bunga lebih rendah yang dibarengi perpanjangan tenor justru akan berdampak signifikan dan mendorong akselerasi sektor properti.

Baca juga: Ingin Beli Rumah Tanpa DP, Waspadai Tingkat Suku Bunganya

Kalau BI atau pemerintah hanya concern pada sisi mortgage, maka yang terjadi adalah sekuel "Klapa Village" di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, yang hingga kini tidak jelas nasibnya.

"Tidak ada bank yang mau membiayai. Termasuk BUMD perbankannya. Jadi, pemerintah tuh harus mempersiapkan infrastrukturnya, semuanya termasuk mekanismenya, sumber pembiayaannya, suku bunganya, amortisasi tenor," cetus Aldi.

Hal senada dikatakan Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar.

Dia menilai, kebijakan BI kali ini seakan 'latah' dengan wacana rumah DP 0 Rupiah yang digagas Pemprov DKI.

"BI ini apakah betul mendapat masukan dari sektor perumahan rakyat atau mau ikut-ikutan politis, enggak mau kalah sama Anies. Jadi lucu, Anies saja programnya belum terbukti ngapain diikut-ikutin?" kata Jehan kepada Kompas.com, Selasa (3/7/2018).

Menurut dia, masyarakat sebenarnya memiliki kemampuan untuk membeli rumah meski harus menyetorkan sejumlah uang untuk DP.

Sejumlah warga mencari informasi unit rumah susun dengan DP 0 Rupiah di Kantor Informasi Klapa Village, Jakarta, Minggu (21/1/2018). Rumah susun dengan DP 0 Rupiah yang diperuntukkan bagi warga dengan KTP DKI Jakarta atau suami-istri berpenghasilan di bawah Rp 7 juta per bulan tersebut akan dipasarkan pada April, dan saat ini para peminat hanya dipersilakan meninggalkan nomor kontak untuk dihubungi ketika pemasaran sudah dimulai.ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA Sejumlah warga mencari informasi unit rumah susun dengan DP 0 Rupiah di Kantor Informasi Klapa Village, Jakarta, Minggu (21/1/2018). Rumah susun dengan DP 0 Rupiah yang diperuntukkan bagi warga dengan KTP DKI Jakarta atau suami-istri berpenghasilan di bawah Rp 7 juta per bulan tersebut akan dipasarkan pada April, dan saat ini para peminat hanya dipersilakan meninggalkan nomor kontak untuk dihubungi ketika pemasaran sudah dimulai.
Kalaupun BI ingin merelaksasi LTV, paling tidak harus ada uang muka yang harus disetorkan masyarakat ketika ingin mengajukan KPR, minimal 1 persen.

"Itu masih terjangkau. Bagi kreditur DP 1 persen itu paling sekitar Rp 1,5 juta, cicilan juga Rp 1 jutaan, masa enggak terjangkau? Enggak masuk akal-lah," ujarnya.

Baca juga: Pengamat: Relaksasi LTV Hanya Dinikmati Kelas Menengah

Untuk diketahui, BI memberi kebebasan kepada perbankan untuk mengatur rasio LTV kedit properti dan pembiayaan properti fasilitas rumah pertama untuk semua tipe.

"Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan kesempatan kepada masyarakat, terutama first time buyer untuk memenuhi kebutuhan rumah pertama melalui KPR ( Kredit Pemilikan Rumah)," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur (RDG), Jumat (29/6/2018).

LTV sendiri berhubungan dengan rasio pinjaman yang diterima debitor KPR dari bank, sehingga mempengaruhi DP yang harus dibayar konsumen.

Semakin longgar atau besar rasio LTV, semakin kecil DP yang disediakan konsumen, sehingga bisa meningkatkan daya beli. 

Pada aturan LTV sebelumnya, BI menetapkan besar uang muka pembelian rumah pertama mencapai 10 persen dari harga rumah.

Dengan ketentuan baru ini, Bank Indonesia membebaskan besaran uang muka tersebut kepada pihak bank.

"Besaran rasio LTV diserahkan kepada manajemen risiko masing-masing bank," sebutnya.

Sementara untuk rasio LTV rumah kedua dan seterusnya diatur pada kisaran 80 persen hingga 90 persen, kecuali rumah tipe 21.

"Untuk tipe di bawah 21 meter persegi yang memang kami bebaskan untuk LTV-nya," ujar Perry.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com