Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Relaksasi LTV Dikhawatirkan Dorong Pertumbuhan Kredit Macet

Kompas.com - 03/07/2018, 17:15 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Bank Indonesia untuk merelaksasi aturan Loan to Value (LTV)  sektor properti, perlu dikaji ulang. Pasalnya, langkah ini dikhawatirkan dapat mendorong pertumbuhan kredit macet atau Non Performing Loan (NPL).

Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar menilai, setiap masyarakat yang ingin membeli properti perlu dan diwajibkan menyetor uang muka.

Hal ini untuk memastikan kemampuan seseorang dalam melunasi kewajiban kredit yang mereka ajukan dari perbankan.

Baca juga: Pengamat: Relaksasi LTV Hanya Dinikmati Kelas Menengah

"Karena pada prakteknya, yang namanya pembiayaan itu tetap harus prudent. Dia tidak bisa dijadikan satu instrumen populis. Kalaupun mau dikurangi seminimalnya 1 persen. Itu masih terjangkau," kata Jehan kepada Kompas.com, Selasa (3/7/2018).

Namun, sebaliknya, BI justru memberikan kebebasan kepada perbankan untuk mengatur rasio LTV kredit properti dan fasilitas pembiayaan rumah pertama untuk semua tipe.

Bahkan, calon pembeli rumah pertama bisa mengajukan permohonan kredit dengan rasio uang muka kecil hingga tanpa uang muka sekalipun, atau down payment (DP) 0 persen.

"Itu dari sisi pembiayaan tidak tepatlah. Kalaupun mau dikurangi itu ya 4-5 persen, paling rendah 1 persen," kata dia.

Dengan uang muka paling tidak 1 persen saja, Jehan menambahkan, hal itu juga sekaligus membantu sektor perbankan melakukan sekuritisasi.

Sebagai contoh, bila harga rumah Rp 150 juta, paling tidak masyarakat perlu menyiapkan uang muka Rp 1.500.000 bila besaran DP yang diatur 1 persen.

Jumlah tersebut, menurut dia, tidak akan memberatkan masyarakat dalam menyiapkannya.

"Misalnya 1.000 orang mengajukan KPR, dikali Rp 1.500.000, maka bank nyimpen DP Rp 1,5 miliar kan. Padahal pelaksanaannya bisa ratusan ribu, bahkan jutaan (pengajuan KPR)," kata Jehan.

"Dari 1.000 orang yang mengajukan KPR untuk sekuritisasi, apakah 1.000 orang itu akan nunggak semuanya? Kan enggak. Paling 1-2 persen yang nunggak. Rp 1,5 miliar sangat berarti bagi perbankan untuk menutupi yang nunggak ini," tutur dia.

Selain itu, kewajiban uang muka juga dapat menjadi ranah untuk mengedukasi masyarakat ketika ingin mengajukan permohonan kredit perumahan.

"Kalau mau kredit, ya DP dong. Jangan semuanya dicicil. Walaupun 1 persen itu juga enggak logis," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau