KOMPAS.com - Adaptif terhadap majunya peradaban adalah kunci mempertahankan kejayaan bisnis.
Falsafah itulah yang kini coba diterapkan dua raksasa ritel dunia, yaitu Zara dan H&M. Mereka beradu cepat mengadopsi teknologi digital dalam portofolio bisnisnya.
Dihadapkan pada persaingan sengit bisnis daring dengan Amazon, Zara dan H&M sama-sama berupaya mempertahankan singgasananya.
Peritel Zara, contohnya. Pebisnis pakaian asal Negeri Matador itu tengah sibuk memproduksi foto-foto produk untuk dipajang di situs resminya.
Hanya dipisahkan oleh partisi tipis, sebanyak 15 studio foto mini digunakan secara eksklusif di sudut markas besar Zara pada bilangan Corunna, barat laut Spanyol.
Saban hari, di bawah rentetan kedipan kamera, sejumlah model berpose untuk menampilkan citra menggugah produk Zara.
Baca juga: Tergerus Bisnis ?Online?, 50 Gerai Thomas Cook Tumbang
Secara total, paling tidak 1.500 foto diunggah Zara dua kali seminggu untuk menandingi kecepatan siklus pemajangan di toko-toko fisik mereka.
"Penjualan daring memiliki kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan bisnis perusahaan," ungkap Pablo Isla, CEO Inditex yang mengelola sejumlah merek tersohor seperti Zara dan Massimo Dutti.
Pada 2017, penjualan daring mewakili 10 persen total pendapatan Zara. Sebuah angka yang akhirnya diketahui publik setelah bertahun-tahun dirahasiakan oleh Inditex.
Menurut Sergio, raksasa ritel dunia tersebut mulai mengalami turbulensi untuk pertama kalinya pada 2017 lalu. Itu terjadi karena bisnis Amazon semakin menggurita, dari berjualan buku hingga pakaian.
Melaju
Tak hanya Zara, peritel H&M pun kini semakin menyadari pentingnya merangkul teknologi dalam berbisnis.
Rontoknya penjualan menjadi pelecut H&M untuk berlari kencang.
Asal tahu saja, laba sebelum pajak tiga bulanan H&M per November 2017 merosot hingga dua digit, persisnya sebesar 34 persen. Angkanya menyusut jadi 4,9 miliar kronor Swedia (sekitar 440 juta Poundsterling).