Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/01/2018, 21:43 WIB
|
EditorHilda B Alexander

KUPANG, KOMPAS.com - Tingginya pungutan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) menjadi kendala pembangunan rumah murah di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Biaya BPHTB yang dibebankan kepada masyarakat ini harus disetorkan ke Kantor Dinas Pendapatan Daerah sebelum pembangunan perumahan direalisasikan. Hal ini memberatkan masyarakat dan pengembang.

Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) NTT) Bobby Pitoby mengungkapkan keberatannya kepada sejumlah wartawan di Kupang, Senin (29/1/2018).

Menurut Bobby, selain perizinan yang lambat dan mahal, tingginya pungutan BPHTB merupakan salah satu yang berpengaruh dan mengganjal realisasi perumahan subsidi.

"Ini karena pungutan BPHTB di NTT belum disesuaikan dengan instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2016 mengenai penuruan pungutan BPHTB. Inilah yang memberatkan pengembang dalam pembangunan perumahan bersubsidi," tegas Boby.

Perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Gemstone Regency, yang dikembangkan oleh PT Charson Timorland Estate. Lokasinya berada di Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.Dokumentasi PT Charson Timorland Estate Perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Gemstone Regency, yang dikembangkan oleh PT Charson Timorland Estate. Lokasinya berada di Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Untuk diketahui, harga jual rumah bersubsidi pada 2018 naik menjadi Rp148 juta, dari tahun sebelumnya yang dibanderol Rp141 juta.

Karena belum ditetapkan oleh pemerintah daerah khususnya di Kota Kupang, maka BPHTB yang harus disetor sebesar Rp 4,5 juta. Sementara uang muka rumah hanya Rp 1,5 juta.

"Ini sangat memberatkan sehingga kami usulkan kepada pemerintah menghapus pajak ini untuk mendorong masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah," tegasnya.

Padahal, pemerintah pusat sudah membantu masyarakat kecil untuk bisa mendapatkan rumah yang murah dengan pajak yang rendah melalui penurunan pajak penghasilan (PPH) dari semula 5 persen menjadi 2,5 persen.

"Ini artinya bahwa pemerintah pusat justru sangat ingin menolong masyarakat kecil, dengan cara menurunkan PPH Itu agar uang muka yang diberikan oleh masyarakat berpenghasilan rendah," tuturnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+