Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Generasi Milenial Pilih Jalan-Jalan Ketimbang Beli Hunian

Kompas.com - 12/11/2017, 23:42 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Generasi milenial usia 25-35 yang bekerja dan bermukim di kawasan Jadebotabek ternyata lebih memilih jalan-jalan ketimbang membeli hunian, entah itu rumah tapak ataupun apartemen.

Hal ini tecermin dari hasil survei KompasProperti terhadap 10 anak muda melalui metode questionaire yang dilakukan pada Minggu (12/11/2017).

Mereka menjawab 10 pertanyaan menyangkut adanya kemungkinan pembelian hunian rumah tapak atau apartemen dalam waktu dekat. 

Baca juga : Bahaya, Jika Generasi Milenial Tak Punya Keinginan Beli Rumah

Survei ini memang tidak merepresentasikan kondisi sesungguhnya preferensi generasi milenial Jadebotabek, namun setidaknya dapat memberikan gambaran betapa membeli hunian bukan perkara prioritas mereka.

Seluruhnya dari 10 responden yang lahir pada rentang 1982 hingga 1992 dengan pendapatan antara Rp 8 juta hingga Rp 35 juta per bulan ini, lebih memilih jalan-jalan ke luar kota dan luar negeri atau belanja leisure daripada membeli hunian.

Alasan yang dikemukakan, hampir seragam. Dengan jalan-jalan, mereka mendapat pengalaman, dan mengoleksi ingatan tentang kebudayaan, tempat-tempat indah, bahasa, makanan, dan pandangan-pandangan hidup yang berbeda.

Apartemen studio mungil di Sao PaoloDezeen Apartemen studio mungil di Sao Paolo
Willy Winata (bukan nama sebenarnya), 27 tahun, contohnya. Anak muda tinggi menjulang berkulit terang ini dengan mantap memilih traveling

"Banyak yang didapat, knowledge, cara bagaimana kota-kota dunia bisa maju, bagaimana mereka bisa bekerja sama dengan padu tanpa memandang perbedaan agama dan lain-lainnya. Itu bisa saya pelajari dengan keliling dunia," tutur Willy yang pernah singgah ke nyaris seluruh kota-kota penting dunia baik di Eropa, Amerika Serikat, maupun Asia.

Willy sendiri berpenghasilan Rp 8 juta per bulan. Dia sangat menyukai bepergian ke kota-kota dunia dengan penataan mumpuni. Maklum, anak muda berkaca mata ini juga merupakan pemerhati pembangunan perkotaan.

Jawaban senada diberikan I Made Mahendra Budhiastra (24 tahun) yang bekerja di sebuah hotel bintang lima Jakarta bagian server ini memastikan jalan-jalan adalah pilihan utama.

Mahendra ingin mengeksplorasi dunia lebih dalam daripada dipusingkan dengan cicilan rumah dengan suku bunga tinggi.

"Jalan-jalan lebih berharga," kata Mahendra yang memiliki pendapatan sekitar Rp 9 juta-Rp 10 juta per bulan.

Ardhi Soetadi (27 tahun), Jerry Ferdinand Kambey (26 tahun), Denis Kurniawan (30 tahun), Adrianus Satrio Adinugroho (31 tahun), Dewi Kartika Rahmayanti (34 tahun), Herlina Febryan (34 tahun), Aloysius Andre Wahono (26 tahun), dan Wawan Prasetyawan (29 tahun) juga menjawab mantap; jalan-jalan!

Ardhi Soetadi (kiri) tengah berada di Taj Mahal, India.Dokumentasi pribadi Ardhi Soetadi (kiri) tengah berada di Taj Mahal, India.
Bagi Herlina, jalan-jalan adalah fardhu kifayah. Karena itu, dia akan merelakan diri mengantre selama berjam-jam sejak subuh demi mendapatkan tiket promo di ajang Travel Fair

"Jalan-jalan itu kebutuhan spiritual yang bisa menjadi semacam healing buat kita melepas penat setelah berkutat dengan pekerjaan," kata gadis berkaca mata ini.

Walau dengan tiket promo, Herlina tercatat sudah mengunjungi berbagai tempat yang memiliki perbedaan fundamental dengan domisilinya sekarang di Bogor. 

Harga rumah "overpriced"

Meski hunian bukan prioritas, namun mereka tetap berharap dapat membeli rumah atau apartemen sendiri. Kapan mereka akan membeli hunian?

Kecuali Dewi dan Adrianus yang telah memiliki hunian sendiri usai menikah dan telah dikaruniai masing-masing satu anak, kedelapan responden lain lagi-lagi memberikan jawaban serupa yakni, menabung dulu.

"Tunggu sampai tabungan cukup. Memang sih, bisa dicicil, cuma mau siapkan buffer dulu just in case ada apa-apa," kata Denis yang bekerja sebagai Internal Audit Manager perusahaan milik konglomerat Indonesia dan berpendapatan Rp 35 juta per bulan. 

Ilustrasi apartementhinkstock Ilustrasi apartemen
Selain itu, mereka menganggap harga hunian di Jadebotabek terlalu mahal alias overpriced. Tidak sesuai dengan spesifikasi yang didapat. Seperti tidak memiliki akses yang memadai, jauh dari jaringan transportasi, dan kualitas konstruksi seadanya.

Kalaupun ada hunian yang dekat dengan tempat kerja dan berkualitas, harganya selangit. Selebihnya adalah, hunian dengan kualitas ala kadarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com