KompasProperti - Pejalan kaki merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat sebuah kota. Mereka memiliki hak yang sama dengan warga lainnya.
Program "pemuliaan" pejalan kaki tengah gencar digelorakan kota-kota di dunia. Sebut misalnya, Seoul dengan Seoullo 7017, Singapura melalui program perombakan peta mass rapid transit (MRT), dan lain sebagainya.
Baca juga: Kota-kota Dunia Berlomba Manjakan Pejalan Kaki, Bagaimana Jakarta?
Terkait langkah kota-kota tersebut, Jakarta tak ingin kalah. Revitalisasi trotoar tengah gencar dilaksanakan pemerintah provinsi (pemprov) berpenduduk lebih dari 10 juta orang ini.
Menurut Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Yusmada Faizal, gerakan tersebut kian dikobarkan sejak sejak dirilis 2015 lalu.
Dari total panjang jalan di Jakarta yang mencapai 7.000 kilometer, setidaknya 2.600 kilometer direncanakan memiliki trotoar ramah pejalan kaki dalam beberapa tahun ke depan.
"Prioritas (revitalisasi) adalah kawasan jalan protokol, ruas yang dilalui transportasi massal, dan kawasan yang banyak dilintasi pejalan kaki," ujar Yusmada saat dihubungi KompasProperti, Jumat (10/11/2017).
Secara khusus, tak kurang dari Rp 300 miliar digelontorkan pada tahun ini untuk merevitalisasi trotoar sepanjang 80 kilometer.
"Hingga bulan ini (November), perkembangannya secara kontraktual sudah mencapai 80 persen," ungkapnya.
Kawasan yang menjadi fokus penataan trotoar antara lain kawasan Kota Tua, Muara Karang, Sunter, Jatinegara Barat, Jatinegara Timur, serta Palmerah.
Selain itu, ada pula Kyai Tapa, Daan Mogot, Pesakih, Pasar Baru, Mahakam, dan Barito.
"Tahun depan, kami gencarkan lagi ke arah jalur protokol, Sudirman-Thamrin. Ruas itu penting karena akan menjadi lokasi Asian Games," tutur Yusmada.
"Selain membuat nyaman pejalan kaki, penataan trotoar juga bermanfaat untuk right sizing jalan. Dengan begitu, jangan sampai ada permanfaatan tak semestinya di suatu ruas jalan," paparnya.
Harapannya dengan trotoar yang telah dibuat nyaman, warga Jakarta dapat lebih giat berjalan kaki.
Baca juga: Agar Berjalan Kaki Tidak Membosankan, Trotoar Harus Menarik
Ini krusial mengingat hasil riset dari Stanford University (2016) menunjukkan, Indonesia termasuk dalam kelompok yang warganya hanya melangkah rata-rata 3.513 per hari.
Angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Hongkong misalnya, yang mana warganya melangkah 6.880 per hari.
Harapan
Survei Litbang Kompas pada 5-6 Agustus lalu menunjukkan, masih ada tantangan yang dihadapi pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam menata jalur pejalan kaki.
Dalam survei tersebut, sebanyak 49,2 persen responden menganggap seringnya okupasi oleh pedang kaki lima (PKL) menjadi hal yang paling membuat trotoar Jakarta kurang nyaman.
Sementara itu, sebesar 31,7 responden mengeluhkan sepeda motor yang acap kali melintas di trotoar dan 12,5 persen menganggap permukaan yang tidak rata, tidak bersih, serta sempit sebagai faktor penyebab belum baiknya trotoar Ibu Kota.
Survei oleh Litbang Kompas tersebut dilakukan secara acak terhadap 439 responden berusia minimal 17 tahun dan berdomisili di Jabodetabek. Tingkat kepercayaan sebesar 95 persen dengan nirpencuplikan penelitian 4,7 persen.
Itu penting mengingat Jakarta merupakan ibu kota negara.
"Kota Jakarta adalah etalase mini Indonesia. Karena itu, trotoar semestinya bukan hanya ramah pejalan kaki, tetapi ramah semua. Artinya, lansia, ibu hamil, kaum disabilitas, juga dapat melintas dengan nyaman di trotoar," ujarnya kepada KompasProperti, Jumat (10/11/2017).
Menurut Alfred, aspek yang tak kalah penting dari trotoar ramah adalah memiliki aksesibiltas baik.
"Ketika ada trotoar lebar, tetapi ada tiang di tengahnya dan menghalangi kaum disabilitas maka yang namanya trotoar ramah itu bisa dicoret (tak berlaku)," tuntasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.