Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Belanja "Online" Sudah Ada Sejak 15 Tahun Lalu

Kompas.com - 28/10/2017, 18:17 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Pergeseran gaya hidup masyarakat yang memilih berbelanja daring atau online, berdampak cukup besar bagi industri ritel konvensional. Namun, fenomena yang cenderung digandrungi generasi milenial ini, disebut bukanlah fenomena baru.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, para pengusaha yang bergerak di bisnis ritel sebenarnya selalu mengikuti perkembangan pola berbelanja masyarakat.

"Mulai dari penerapan teknologi kasir, barcode, perkembangan itu terus kami ikuti. Sampai online yang pada zaman itu belum orang mengerti, kami pun duluan yang memulai," ujar Tutum dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (28/10/2017).

Menurut dia, sekitar 15 tahun yang lalu, para pemilik usaha ritel sebenarnya sudah pernah menerapkan sistem belanja daring. Namun, perkembangan teknologi yang pada waktu itu belum semasif saat ini, membuat bisnis ritel daring tak banyak diminati.

"Artinya apa? Saat ini sudah sangat cocok, subur. Teknologinya begitu hebat, payment gateway-nya sudah mulai, distribusinya sangat baik, inilah yang mempercepat. Nah inilah yang diikuti oleh temen-temen kami," kata dia.

Tutum tak menampik bisnis daring memberikan dampak terhadap tutupnya sejumlah ritel besar di Tanah Air, seperti Matahari, 7-Eleven, hingga Lotus Departement.

Bahkan, Pasar Glodok yang pada era 1990-an hingga awal tahun 2000-an sangat menunjukkan taringnya, kini redup pamornya.

Namun selain itu, menurut dia, faktor lain yang menyebabkan banyak gerai ritel tutup lantaran daya beli masyarakat turun. Masyarakat pun cenderung mulai jarang menyambangi pusat-pusat perbelanjaan dalam beberapa waktu terakhir.

"Itu fakta. Sementara, peritel harus bayar sewa itu kan makin lama makin tinggi. Gaji karyawan makin lama juga makin tinggi," kata dia.

Untuk mengatasi persoalan itu, tak jarang para pebisnis memilih menutup sebagian toko mereka, sambil secara bertahap beralih ke bisnis daring.

"Mungkin toko itu yang kalau dulu 100 toko, hanya sekian puluh (disisakan). Yang hanya orang coba-coba itu kami kirim," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau