Dari total harta yang dilaporkan, yang paling fenomenal adalah deklarasi harta dalam negeri yang mencapai Rp 3.687 triliun.
Para pelaku bisnis sektor properti sangat "kegeeran" karena berharap terlalu tinggi terhadap amnesti pajak.
Untuk membangkitkan kembali gairah sektor ini, lanjut Craig, pemerintah harus memulihkan daya beli masyarakat.
"Goverment spending harus digenjot. Tidak hanya di sektor jangka panjang macam infrastruktur, melainkan juga daya beli masyarakat. Bagaimana cara meningkatkan daya beli? Ciptakan iklim ekonomi dan bisnis yang kondusif," tutur Craig.
Dia kemudian menyebut kebijakan fiskal yang setengah hati dan tidak terlalu menarik masyarakat, terutama kelas menengah ke atas untuk membeli properti.
Jika mereka membeli apartemen seharga Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar, pajak yang dibebankan luar biasa tinggi.
"Pajaknya demikian tinggi, hampir Rp 500 juta. Siapa yang mau bayar pajak segede itu?," timpal Head of Research Savills Indonesia, Anton Sitorus.
Penuturan Craig dan Anton bukan isapan jempol belaka, atau hanya sentimen negatif sesaat. Suara realistis juga datang dari pengembang.
"Deregulasi yang diinisiasi pusat, terutama PKE XIII, hanya dianggap angin lalu oleh pemerintah daerah (pemda). Banyak pengembang mengeluh karena masih banyak Pemda yang tidak menjalankannya di tataran praksis," beber Eddy.
Tak cuma itu, pungutan liar di beberapa daerah tertentu, kata Eddy, masih terus terjadi dan melembaga hingga level kelurahan.
"Bagaimana mau mencapai target Sejuta Rumah, dan properti bangkit jika PKE XIII tidak jalan di lapangan," keluh Eddy.
Padahal kebutuhan hunian masih sangat tinggi, sekitar 11,5 juta unit. Dari total jumlah itu, yang bisa dipenuhi pengembang, maksimal hanya 200.000 unit per tahun.
Jika PKE XIII tidak kunjung jalan, maka akses untuk mereduksi backlog hunian tidak akan mulus.
Selain itu. tambah Eddy, rendahnya kemampuan dan daya beli konsumen juga menjadi catatan tersendiri, mengapa kemudian tawaran-tawaran rumah baru dari para pengembang hanya menjadi "onggokan" di sudut-sudut kota.