Namun begitu, menjadi pertanyaan besar, ke mana pengembang pemerintah? Di mana posisi Perum Perumnas sebagai penyedia perumahan nasional? Ke mana BUMN-BUMN properti lainnya saat swasta justru berlomba menjadikan koridor timur Jakarta ini sebagai "tambang emas" baru?
Di tengah kota-kota Tanah Air yang masih berkutat dengan permukiman kumuh, besarnya defisit rumah, krisis ruang terbuka hijau (RTH), krisis fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum), kenapa kesempatan pengembangan kawasan untuk kepentingan publik justru diabaikan?
"Padahal infrastruktur-infrastruktur dasar tersebut dibangun dengan menggunakan anggaran negara," tanya dia.
Menurut Jehansyah, pejabat kita terlalu fokus menghabiskan dana APBN dan APBD. Mereka tidak punya kapasitas untuk mengelola apa yang disebut land value gain capture demi kebutuhan publik.
Jangankan menjalankan amanat UUD 1945 pasal 28 H , UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan juga terkait pasal-pasal Kawasan Siap Bangun (Kasiba) saja, masih abai.
Karena itu, Jehansyah menengarai pembangunan infrastruktur tersebut dipersembahkan untuk kepentingan bisnis properti para pengembang naga.