Dengan memiliki sertifikat, menurut Ayunda, menjadi jaminan atau tabungan bagi keluarga. Berbeda dengan apartemen di mana pemilik hanya mendapat sertifikat hak guna bangunan.
2. Privasi
Banyaknya orang yang tinggal di rusunami atau apartemen dalam satu lingkungan, acap kali membuat para penghuni risih.
Terlebih bila orang-orang yang bukan pemilik atau penyewa, nongkrong di fasilitas umum yang disediakan pengelola.
Bahkan, menurut Ayunda, sejumlah pedagang yang menyewa lapak di sekitar rusun dapat dengan mudah mengakses lift yang sedianya hanya diperuntukkan bagi penghuni atau penyewa.
"Kan ngerasa enggak aman aja. Kalau rumah tapak dengan fasilitas cluster gitu enggak bisa seperti itu," ujarnya.
3. Lahan Parkir Terbatas
Sulit dipungkiri bila mayoritas penghuni apartemen atau rusun adalah masyarakat kelas menengah. Setidaknya, pemandangan itu terlihat di rusunami Kalibata City. Banyaknya kendaraan roda empat yang terparkir, bahkan hingga paralel, menjadi buktinya.
Menurut Langgeng, kondisi tersebut dirasa kurang nyaman. Terlebih bila ada tamu yang hendak datang ke kediamannya.
"Walau pun kita punya kartu langganan, bukan berarti ada space khusus buat kita bisa parkir. Kita tetap harus cari sendiri kalau mau parkir mobil," kata dia.
4. IPL Naik
Tinggal di rusunami atau apartemen tentu harus siap dengan segala risikonya. Termasuk kenaikan iuran pengelolaan lingkungan (IPL) yang dibebankan setiap tahunnya kepada penghuni.
"Sekarang sudah mau sampai Rp 4 juta per tahun di sini," ucap Ayunda.
Bahkan, bila dibandingkan dengan iuran kebersihan lingkungan di rumah orang tuanya, itu jauh lebih baik.