SEMARANG, KOMPAS.com – Rumah apung pertama di Indonesia dibangun di kawasan Tambak Lorok Kota Semarang, Jawa Tengah, selesai didirikan.
Butuh waktu hampir satu tahun menciptakan rumah yang menjadi proyek percontohan penataan kawasan kampung bahari di Indonesia.
Rumah yang didirikan tampak seperti bangunan tempat tinggal pada umumnya. Bedanya, rumah apung dibangun di atas air tanpa fondasi di dalam tanah.
Rumah ini menjadi salah satu rekayasa teknologi yang berhasil diciptakan anak bangsa. Rumah apung saat ini digunakan sebagai rumah baca dan balai pertemuan warga Tambak Lorok.
Bangunan berdiri di atas ponton atau wahana apung berukuran 10 meter x 14 meter dengan bahan sterefoam dan beton.
Ponton ibarat pondasi dalam rumah. Ponton mengapung di atas air sebagai sandaran bangunan di atasnya.
Ketinggian muka rumah bisa disesuaikan dengan air yang ada. Kalau air tinggi, maka ketinggian rumah tinggi, begitu juga sebaliknya.
Antara rumah dengan daratan dihubungkan dengan jembatan yang bisa bergerak fleksibel. Bangunan dalam rumah apung menggunakan self energy melalui pemanfaatan solar panel.
Karena itu, rumah ini tidak membutuhkan pasokan listrik, karena mampu menghasilkan listrik sendiri.
Sementara untuk pemenuhan air bersih dan sanitasi dipasang destilator yang berfungsi mengubah air laut menjadi air bersih.
Menteri PUPR Basuki Hadimuldjono memastikan rumah apung yang dikembangkan mampu berdiri sendiri. Untuk listrik misalnya rumah tidak membutuhkan akses dari PLN.
“Ini tenaga surya bisa mendapat 1.000 watt, jadi gak pake PLN,” kata dia.
“Sanitasi pun pakai biofil. Kita tak pakai fondasi, jadi (harga) lebih murah. Seperti Antapani Bandung, pakai baja ringan, jadi harga (rumah) 35 persen lebih murah,” ujar Basuki lagi.
Rumah apung dibangun dua lantai. Lantai satu seluas 128 meter persegi berfungsi menjadi balai warga dengan kamar mandi seluas 6 meter persegi.