JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang menjanjikan konsep rancangan induk (masterplan) Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara atau National Capital Integrated Coastal Development (NCIC) bakal dikebut dan kelar dalam dua minggu dinilai mengabaikan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca: Pemerintah Janjikan Rencana Induk NCICD Kelar 2 Minggu
"Jelas pernyataan tersebut sangat disayangkan. Kementerian PUPR terus mengabaikan instruksi Presiden Jokowi, dan selalu memberikan pernyataan publik yang beragam," ujar Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana (IAP) Indonesia, Bernardus Djonoputro kepada Kompas.com, Rabu (11/5/2016).
Padahal, Bernardus melanjutkan, Jokowi melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam rapat terbatas (ratas) kabinet pada 27 April 2016 lalu, memutuskan moratorium reklamasi Teluk Jakarta hingga enam bulan mendatang.
Selama enam bulan itu, pemerintah akan membuat rencana induk holistik, terperinci dan mendalam terkait pengembangan NCICD.
Penyusunan rencana induk secara komprehensif tersebut, kata Bernardus, mutlak perlu dilakukan, mengingat praktik reklamasi yang abai terhadap prosedur perencanaan telah menambah ruwetnya persoalan Teluk Jakarta.
"Karena itu, pengorganisasi solusinya juga harus holistik dan meminta komitmen pemerintah daerah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, serta menggunakan pendekatan Manajemen Krisis dan Kedaruratan," papar Bernardus.
Bernardus pun mengajukan tujuh hal yang harus dilakukan oleh pemerintah. Pertama dan utama adalah rencana induk NCICD tidak bisa hanya bertumpu pada masalah tata air, tapi harus visioner membangun peradaban baru yang modern, sehingga dimensi pembangunannya harus lintas sektor dan komprehensif.
Proses perencanaan yang cenderung tertutup dan melibatkan elite, tidak mencerminkan tuntutan terhadap suatu perencanaan yang inklusif dan demokratis, sebagaimana nilai-nilai dan prinsip pembangunan.
Ketiga, persoalan Teluk Jakarta tidak hanya dan tidak boleh diarahkan pada solusi reklamasi belaka. Teluk Jakarta menyimpan persoalan yang kompleks, mulai dari persoalan pencemaran lingkungan sampai keadilan ruang.
Solusi yang dibangun harus melibatkan daerah hulu sebagai pembawa dampak ekologis kepada Teluk Jakarta sehingga kondisinya sudah parah seperti saat ini.
Keempat, Tim Moratorium harus memanfaatkan waktu yang terbatas untuk membangkitkan kepercayaan dunia bahwa solusi Teluk jakarta adalah pengelolaan yang terpadu (integrated management), bukan kumpulan sektor-sektor seperti saat ini.
Kelima, Tim Moratorium diusulkan segera membentuk tim panel ahli interdisiplin yang bekerja intensif 6 bulan untuk mengumpulkan semua studi dan proyek terkait reklamasi Jakarta yang sudah disusun sebelumnya dan melibatkan profesional yang kompeten dalam suatu proses perencanaan yang inklusif.