JAKARTA, KOMPAS.com — Keputusan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memberikan izin reklamasi Teluk Jakarta dinilai sebagai tindakan tepat karena merujuk pada keistimewaan yang dimiliki oleh DKI Jakarta sebagai ibu kota negara dalam Undang Undang Nomor 29 Tahun 2007.
"Kalau ada yang bilang Ahok melanggar hukum, saya jawab itu tidak benar karena memang Ahok merujuk pada Undang-Undang Ibu Kota itu kok, bunuh diri dia kalau enggak mengikuti itu," kata Staf Khusus Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Air dan Sumber Daya Air, Firdaus Ali, kepada Kompas.com, pekan lalu.
Baca: Terkait Reklamasi, Ahok Dinilai Tidak Patuh Hukum
Dalam Pasal 26 undang-undang itu disebutkan bahwa kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang ini sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang tata ruang, sumber daya air dan lingkungan hidup, perdagangan, serta permukiman penduduk.
Atas dasar itulah, Ali dengan tegas mengatakan bahwa Ahok tidak dalam posisi melawan hukum terkait polemik reklamasi Teluk Jakarta. Dia pun menilai selama ini undang-undang tersebut tidak pernah dikutip atau disebutkan ketika ada perbincangan soal reklamasi Teluk Jakarta.
"Jadi sekali lagi saya bilang bahwa di bawah Undang-Undang Dasar itu ada Undang-Undang Ibu Kota yang menjadi acuan semua aturan untuk Ibu Kota dan ini yang enggak pernah disadari banyak orang, pakar apa pun sekalipun, gila enggak ini?" jelasnya.
Menurut Ali, selama ini publik melihat masalah reklamasi Teluk Jakarta hanya dengan mengaitkan penangkapan anggota DPRD DKI Jakarta, M Sanusi, beberapa waktu lalu oleh KPK.
Padahal, penangkapan tersebut, lanjut Ali, hanya masalah penawaran nilai jual obyek pajak (NJOP) di dalam rancangan peraturan daerah (raperda).
"Penangkapan itu kan bargaining ketika kita punya raperda, ada kewajiban yang diminta ditambah oleh Ahok dari 5 persen NJOP terjual ke nilai 15 persen dengan perhitungan bahwa DKI Jakarta akan dapat Rp 48,6 triliun," tambahnya.
Ali mengatakan, setelah peristiwa penangkapan itu, isu reklamasi Teluk Jakarta makin dikapitalisasi oleh para pengamat dan sedikit ada upaya menjegal Ahok yang kini menjabat sebagai gubernur.
"Jelas ini dikapitalisasi, saya enggak memihak Ahok ya, tetapi coba lihat ribut enggak waktu Banten ada reklamasi, waktu pulau M selesai enggak ada yang ribut kan, karena itu kebetulan dipunyai Pelindo, pemerintah pusat," tandas Ali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.