DENPASAR, KOMPAS.com - Pesona Pulau Dewata betul-betul membius pebisnis dan investor perhotelan. Terbukti, hotel-hotel anyar di Bali terus bermunculan bak cendawan di musim hujan.
Dalam catatan Colliers International Indonesia, hingga kuartal I-2016 terdapat 57.446 kamar hotel.
Rinciannya, hotel ekonomi atau budget sebanyak 2.869 kamar, hotel bintang tiga 16.409 kamar, hotel bintang empat 20.607 kamar dan hotel bintang lima dan mewah sebanyak 17.561 kamar.
Jumlah tersebut akan terus bertambah jika dihitung hotel-hotel dalam pipa pengembangan (pipe line project) sampai 2019 mendatang sebanyak 17.046 kamar dari 104 hotel.
"Banyaknya hotel baru ini mengakibatkan persaingan bisnis hotel kian sengit," tulis Colliers.
Hal ini berpengaruh kepada tingkat hunian yang mengalami penurunan selama tiga bulan pertama tahun 2016 hingga 6,3 persen lebih rendah dibanding kuartal IV-2015.
Kemerosotan lebih dalam ditunjukkan STR Global dalam risetnya pada Januari 2016. Menurut mereka kinerja tingkat hunian turun dua digit yakni 14,7 persen menjadi hanya 55,8 persen.
Demikian halnya dengan tarif rerata harian atau average daily rate (ADR) yang jatuh 6,3 persen dari sebelumnya 117,57 dollar AS menjadi 110,13 dollar AS.
Kemerosotan ADR tertinggi dialami hotel-hotel di wilayah Bali pusat sebesar 7,4 persen menjadi 76,71 dollar AS. Sementara di Bali Selatan melorot 4,4 persen menjadi 152,82 dollar AS.
Namun, kemerosotan kinerja itu tak menyurutkan para investor dan pebisnis perhotelan mundur. Mereka malah semakin gencar melakukan ekspansi.
Tidak hanya mereka yang bisnis intinya (core business) hospitalitas maupun properti, melainkan juga produsen barang kebutuhan rumah tangga (home appliance) macam Maspion Group.
Yang menarik, mereka langsung bermain di kelas hotel mewah yakni Edison Hotel & Residences di Pantai Balangan, Jimbaran, sebanyak 250 kamar. Hotel perdana Edison ini akan beroperasi pada 2019.
Kehadiran Edison Hotel & Residences menggenapi jumlah kelas hotel mewah yang sudah terkonfirmasi buka di Bali sebanyak 2.040 kamar dari 14 hotel.
Menyusul kemudian, Solis Capella Resort Hotel, Rosewood Tanah Lot Bali, Cordis Nusa Dua Bali, Langham Place Hotel, Waldorf Astoria Bali Ubud, dan Edition Hotel & Resort.
Namun demikian, karena perlambatan pertumbuhan ekonomi dan depresiasi Rupiah terhadap dollar AS, banyak pengembang yang harus mengalkulasi ulang biaya konstruksi hotel.
Hal tersebut menjadi penyebab pembangunan hotel berjalan di luar jadwal yang telah ditetapkan.
Termasuk pembangunan Rosewood Tanah Lot Bali yang dikembangkan PT Ciputra Property Tbk. Sedianya hotel sebanyak 120 kamar ini direncanakan beroperasi pada 2017 sebagaimana tercantum dalam situs resmi Rosewood.
Namun, sampai saat ini mereka masih menyelesaikan unit pajang (show unit) sebagai acuan konstruksi nanti setelah cut and fill serta dinding penahan tanahnya.
"Akhirnya, kami behind schedule. Jadi impossible beroperasi 2017. Mungkin mereka belum update situsnya," jelas Arta kepada Kompas.com, Minggu (10/4/2016).
Jadi, tambah Arta, pihaknya belum bisa memastikan waktu pembukaan Rosewood Tanah Lot. perubahan nilai tukar Rupiah sangat berpengaruh terhadap biaya konstruksi.
Karena itu unit pajang pun dirampungkan lebih dahulu untuk menghitung ulang kenaikan biaya, termasuk gross development value (GDV)-nya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.