Demikian halnya pada klausul aset properti yang dapat diwariskan terkait perkawinan campuran antara orang asing dan Warga Negara Indonesia (WNI).
Dalam aturan yang baru dijelaskan secara gamblang bahwa WNI yang melaksanakan perkawinan dengan Orang Asing dapat memiliki hak atas tanah yang sama dengan WNI lainnya.
Namun, hak atas tanah sebagaimana dimaksud, bukan merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri, yang dibuat dengan akta notaris.
"Klausul lainnya adalah tentang batasan harga properti yang diatur Kementerian Keuangan akan mengikuti aturan Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPNBM)," imbuh Ferry.
Tidak berpengaruh
Tak mengherankan jika PP Nomor 103/2015 ini tidak disambut antusias para pengembang. Mereka sadar bahwa pasar domestik justru lebih besar ketimbang orang asing.
Dari segi jumlah saja, ekspatriat yang tinggal dan bekerja di Indonesia terbatas. Setiap tahun memang ada sekitar 100.000 orang asing baru yang masuk ke Indonesia.
Namun, tidak semua dari mereka adalah profesional pengambil keputusan yang memiliki kemampuan membeli properti dengan harga di atas Rp 10 miliar atau sekitar 700.000 dollar AS.
Harga properti tersebut merupakan batasan yang diusulkan dapat dibeli oleh orang asing sesuai aturan PPNBM.
Selain itu, kata Ferry, rentang waktu mereka bekerja dan tinggal (tenor) di Indonesia hanya sekitar dua tahun hingga lima tahun.