Ketua DPD REI DKI Jakarta, Amran Nukman melontarkan pertanyaan retoris kepada peserta Business Forum Property and Bank, di Jakarta, Kamis (21/1/2016).
Menurut Amran, PP Nomor 103 tahun 2015 yang dimaksud terbit pada saat yang tidak tepat. Jadi, dana asing yang diharapkan mengalir deras ke Indonesia tertangguhkan saat ekonomi global tidak dalam performa terbaiknya.
Sebagaimana diketahui, beleid baru ini diterbitkan untuk mengatur Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
"Kita tidak bisa terlalu jauh berekspektasi berapa manfaat nilai atau dana yang bisa masuk ke Indonesia. Pertumbuhan yang diharapkan masih didorong pasar domestik, bukan oleh orang asing," terang Amran.
PP Nomor 103 Tahun 2015 juga dianggap banyak bolongnya. Menurut Associate Director Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, bolong itu ada pada banyak hal.
Terutama klausul yang menyinggung definisi orang asing, hak waris atau aset properti yang dapat diwariskan, dan batasan harga properti yang boleh dibeli orang asing.
Meski bolong, aturan ini justru lebih ketat dibanding sebelumnya, yakni PP Nomor 41 Tahun 1996.
Sementara dalam aturan baru dipertegas yakni orang asing yang punya legal stay permit atau izin tinggal yang ditetapkan secara hukum.
Demikian halnya pada klausul aset properti yang dapat diwariskan terkait perkawinan campuran antara orang asing dan Warga Negara Indonesia (WNI).
Dalam aturan yang baru dijelaskan secara gamblang bahwa WNI yang melaksanakan perkawinan dengan Orang Asing dapat memiliki hak atas tanah yang sama dengan WNI lainnya.
Namun, hak atas tanah sebagaimana dimaksud, bukan merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri, yang dibuat dengan akta notaris.
"Klausul lainnya adalah tentang batasan harga properti yang diatur Kementerian Keuangan akan mengikuti aturan Pajak Penjualan atas Barang mewah (PPNBM)," imbuh Ferry.
Tidak berpengaruh
Tak mengherankan jika PP Nomor 103/2015 ini tidak disambut antusias para pengembang. Mereka sadar bahwa pasar domestik justru lebih besar ketimbang orang asing.
Dari segi jumlah saja, ekspatriat yang tinggal dan bekerja di Indonesia terbatas. Setiap tahun memang ada sekitar 100.000 orang asing baru yang masuk ke Indonesia.
Namun, tidak semua dari mereka adalah profesional pengambil keputusan yang memiliki kemampuan membeli properti dengan harga di atas Rp 10 miliar atau sekitar 700.000 dollar AS.
Selain itu, kata Ferry, rentang waktu mereka bekerja dan tinggal (tenor) di Indonesia hanya sekitar dua tahun hingga lima tahun.