JAKARTA, KOMPAS.com - Konflik agraria masih saja terjadi di Indonesia. Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), angka konflik agraria cukup tinggi bahkan setelah terbentuknya Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
"Dalam kurun waktu 11 tahun terakhir, sejak 2004 hingga 2015, tercatat 1.772 konflik agraria dengan luasan wilayah konflik seluas 6,9 juta hektar," ujar Sekretaris Jenderal KPA Iwan Nurdin, di Jakarta, Selasa (5/1/2016).
Dari total jumlah ini, konflik agraria melibatkan setidaknya 1.085.817 kepala keluarga (KK). Pada 2015 saja, imbuh Iwan, total konflik yang terjadi adalah 252 kejadian dengan luasan mencapai 400.430 hektar dan melibatkan 108.714 KK.
Tahun kemarin, sektor perkebunan mendominasi seluruh konflik agraria di Indonesia dengan persentase 50 persen. Di sektor ini, jumlah konflik agraria mencapai 127 kasus. Posisi kedua konflik agraria terbanyak, berasal dari sektor infrastruktur yaitu 70 konflik atau 28 persen.
Selanjutnya, berturut-turut sektor kehutanan 24 konflik (9,6 persen), sektor pertambangan 14 konflik (5,2 persen), sektor lain-lain (4 persen), serta sektor pertanian dan sektor pesisir atau kelautan masing-masing sebanyak 4 konflik (2 persen).
Adapun dilihat dari luasan area, koflik agraria tahun lalu terjadi di 400.430 hektar lahan. Lahan terbesar ditempati sektor perkebunan yaitu 302.526 hektar. Lahan bermasalah kedua adalah di sektor kehutanan seluas 52.176 hektar.
Berturut-turut setelah itu adalah pertambangan 21.127 hektar, pesisir-kelautan 11.231 hektar, infrastruktur 10.603 hektar, lain-lain seluas 1.827 hektar dan sektor pertanian seluas 940 hektar.
Korban berjatuhan
Sementara itu, jika melihat dari sisi korban, sepanjang 2015 konflik agraria telah mengakibatkan 5 orang tewas, 39 orang tertembak aparat, 124 orang luka-luka karena penganiayaan, dan 278 orang mengalami kriminalisasi atau ditahan.
"Meski dari sisi jumlah korban kekerasan dan kriminalisasi menurun dibandingkan 2014, masih adanya konflik agraria mengakibatkan hilangnya nyawa warga menunjukkan pola-pola penanganan konflik agraria di bawah kepemimpinan Jokowi-JK masih belum berubah," jelas Iwan.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, lanjut dia, korban-korban kriminalisasi oleh aparat dan sistem peradilan dalam konflik agraria kerap dijerat oleh asl 160, 170, 310, dan 406 KUHP. Peraturan ini berisi tentang perbuatan penghasutan dan pengrusakan.
Sementara UU yang kerap digunakan aparat untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap petani serta aktivis agraria adalah UU 41/1999 tentang Kehutanan, UU 18/2014 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H), UU 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.