"Sepanjang 2015, masih terdapat 252 konflik agraria dengan luas wilayah 400.430 hektar dan melibatkan 108.714 kepala keluarga (KK)," ujar Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin di Jakarta, Selasa (5/12/2015).
Menurut Iwan, angka ini memang turun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun, ia menyebutkan, tahun 2015 mengalami penurunan ekonomi. Dibandingkan pada masa krisis moneter tahun 1998, angka ini jauh lebih tinggi.
Konflik paling luas berada di sektor perkebunan 302.526 hektar. Selanjutnya sektor kehutanan seluas 52.176 hektar, pertambangan 21.127 hektar, pesisir-kelautan 11.231 hektar, infrastruktur 10.603 hektar, sektor lain-lain 1.827 hektar dan pertanian 940 hektar.
Baik secara luasan, kejadian, dan korban yang diakibatkan konflik agraria sepanjang 2015 masih sangat tinggi.
Konflik agraria dibiarkan tanpa penyelesaian yang jelas dan adil sehingga mengakibatkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang serius.
Data yang dikumpulkan KPA ini merupakan konflik yang bersifat struktural, yaitu diakibatkan oleh kebijakan atau putusan pejabat publik.
Konflik agraria juga melibatkan banyak korban dan menimbulkan dampak yang meluas, mencakup dimensi sosial, ekonomi dan politik.