JAKARTA, KOMPAS.com - Sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemerintah wajib membangun 550.000 unit rumah susun (rusun), dan rumah susun sewa (rusunawa).
Namun, penyediaan perumahan terutama rusun dan rusunawa untuk rakyat sulit berhasil jika tidak ada sistem distribusi perumahan atau public housing delivery system. (Baca: Penuhi Kebutuhan Hunian, Badan Pelaksana Rusun Perlu Dibentuk)
Dalam sistem ini harus termasuk badan pelaksana perumahan dan skema rusun/rusunawa atau investasi pemerintah jangka panjang.
Sayangnya, sistem yang berlaku sekarang, dinilai kurang efektif.
"Pemerintah hanya punya project package system atau paket-paket proyek tender. Jadi, misalnya 10 twin block (menara kembar) dilelang siapa kontraktor yang bangun," ujar pengamat perumahan Jehansyah Siregar kepada Kompas.com, Kamis (31/12/2015).
Dia menyebutkan, sistem ini memiliki kelemahan karena kontraktor tidak memahami lahan yang akan dibangun rusun.
Jika lahan belum dibebaskan atau belum bisa dibangun, kontraktor ini harus memundurkan waktu pembangunan.
Parahnya, kebanyakan kasus yang ada, lokasi yang ditunjuk untuk pembangunan rusun juga tidak terencana.
Selama ini, ibaratnya pemerintah hanya menyebarkan formulir dan menerima usulan daerah atau kota mana yang ingin membangun rusun dan rusunawa.
Padahal seharusnya pemerintah sudah memetakan 10 kota metropolitan yang dibidik untuk pembangunan rusunawa, antara lain Jakarta, Surabaya, Medan, Palembang, Makassar, Bandung, Semarang, Banjarmasin, Batam, dan Denpasar.
"Harus direncanakan sebelumnya, di mana lokasi-lokasi hunian dengan skala besar misalnya 100 hektar. Setelah itu, tugaskan badan pelaksana," sebut Jehansyah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.