JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli tata bahasa Indonesia, Anwari Natari, mengatakan, produk properti dengan merek lokal dan menggunakan istilah bahasa Indonesia tak kalah menjual ketimbang merek-merek berbau asing.
Anwari menyoroti fenomena kembali maraknya istilah-istilah berbau asing, terutama yang disematkan pada produk properti. Sebut saja, "Orange County", "Ciputra World Jakarta", dan "BSD City".
Merek lokal, kata Anwari, berpotensi mendulang penjualan. Selain elok didengar, juga akrab di telinga masyarakat Indonesia. Dia mencontohkan, "Kota Baru Parahyangan", "Plaza Senayan", dan "Plaza Indonesia" adalah produk-produk properti yang berhasil mencuri hati konsumen pengguna akhir, investor, dan pengunjung.
"Ketiganya sukses menjadi bagian dari masyarakat kelas menengah atas Indonesia. 'Kota Baru Parahyangan' bahkan menjadi ikon Kabupaten Bandung. Demikian halnya dengan dua pusat belanja yang saat ini belum tergoyahkan posisinya sebagai termewah," tutur Anwari kepada Kompas.com, Selasa (29/9/2015).
Sementara properti dengan merek asing tak lebih sebagai trik marketing pengembang untuk dapat memenangkan persaingan penjualan. Kendati Anwari menilai penggunaan merek asing ini sangat memprihatinkan, namun sah-sah saja dilakukan.
"Toh yang dibidik pengembang adalah kelas menengah ke atas yang berusaha mewujudkan mimpi tinggal di kota-kota mancanegara dengan membeli produk duplikasinya di Indonesia. Meskipun untuk itu, mereka harus membayar lebih mahal," urai Anwari.