M Yusuf, lelaki 55 tahun itu yang juga Ketua RT 07/14 mengingat masa-masa mudanya di Kampung Kebon Sayur, Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Menurut dia, kampung halamannya pada empat dekade silam masih hijau royo-royo, berupa kebun yang ditanami berbagai macam sayuran.
Untuk mengairi kebun sayur itu, warga kampung menjadikan Kali Ciliwung sebagai sumber utamanya. Selain untuk mengairi kebun, juga keperluan masak, minum, mandi, cuci, dan kakus (MCK).
"Kali Ciliwung adalah sumber penghidupan, sumber pengharapan, dan juga masa depan kami," tutur Yusuf saat ditemui Kompas.com, Sabtu lalu (29/8/2015).
"Saya sering mandi di kali sepulang sekolah di STM Mesin Kalibata sana. Saya masih bisa melihat dengan jelas berbagai jenis ikan. Ikan sapu-sapu paling banyak di sini," imbuh kakek tiga orang cucu ini.
Seiring zaman berganti, dan pesatnya pembangunan, Kampung Kebon Sayur pun dipadati para migran urban dari berbagai daerah. Ada Batak, Sunda, Jawa, Ambon, Aceh, Papua, hingga Tionghoa yang memang menurut memori sejarah versi Yusuf adalah kalangan yang memiliki tanah dengan luas mayoritas.
Dalam surat perjanjian jual beli tersebut, sang ayah, Argaya menyepakati untuk menyerahkan rumah dengan luas bangunan sembilan kali lima meter (45 meter persegi), berikut tanah seluas limabelas kali tujuh meter (105 meter persegi). Atas penyerahan tanah dan bangunan tersebut, Yusuf menyerahkan imbal beli senilai Rp 5 juta. Jual beli tanah, dan bangunan tersebut disepakati pada 15 Februari 1992.
"Jadi ketika kemudian Gubernur Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) akan menggusur kami, tidak boleh asal menggusur. Kami penduduk sah di sini. Kami bayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 300.000 per tahun. Kami juga bayar listrik," tambah Yusuf seraya menyeruput kopi susu yang disuguhkan istrinya, siang itu.
Tatapannya kemudian menerawang. Sesaat dia berpaling, memandang Kali Ciliwung yang nyaris tak berarus. Dia mengatakan, pihaknya dan warga lainnya yang bakal bernasib sama bakal mengalami penggusuran untuk kepentingan Normalisasi, dan Inlet Sodetan Kali Ciliwung, tidak menolak direlokasi.
Karena itu, penataan Kampung Kebon Sayur yang sering dilanda banjir hingga mencapai ketinggian dua meter, dia dukung sepenuhnya. Setiap ada sosialisasi mengenai penggusuran, dia antusias mengikutinya. Demikian halnya saat petugas kelurahan melakukan pengukuran area yang akan digusur, Yusuf pun dengan suka hati menemani petugas tersebut.
"Repotnya minta ampun kalau sudah banjir. Ini jendela rumah sengaja tidak saya pasangi kaca lagi. Barang-barang di loteng juga tidak saya turunkan lagi. Karena kalau sudah banjir, capeknya nggak ketulungan," papar Yusuf.