Direktur Utama PT Triputri Natatama, Leonardi Setiawan, menjelaskan, berubahnya harga konstruksi khusus M & E sebesar 15 persen tersebut karena barangnya masih diimpor dari luar negeri dengan patokan harga dollar AS. Ketika komponen M & E tersebut sampai di Indonesia, importirnya mengenakan tarif Rupiah.
Sebagaimana diketahui Bank Indonesia (BI) mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 tentang kewajiban menggunakan Rupiah untuk setiap transaksi di dalam negeri. Kewajiban tersebut juga tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/3/PBI/2015, tentang kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Itu komponen M & E seperti lift, eskalator, dan sistem gedung otomatis, masih diimpor dari mancanegara. Ketika masuk Indonesia, kita harus bayar pakai Rupiah. Kan harganya jadi lebih mahal," ungkap Leonardi kepada Kompas.com, sesaat sebelum prosesi penutupan atap Lagoon Apartment @ Bekasi Town Square, Sabtu (5/9/2015).
Kendati ongkos konstruksi meningkat, kata Leonardi, perusahaannya tidak lantas mengalihkan beban tersebut kepada konsumen dengan menaikkan harga jual properti. Hal tersebut tidak akan dilakukan, mengingat ekonomi sedang melambat.
"Kita tidak akan memperkeruh suasana dengan membebani calon konsumen melalui kenaikan harga jual. Kalau pun harga jual naik, bukan semata karena ongkos konstruksi naik, tapi karena memang kebutuhannya tinggi, sementara suplai terbatas," imbuh Leonardi.
Selain itu, tambah dia, PT Triputri Natatama bersedia memangkas margin keuntungan lima persen lebih rendah dari target yang telah ditetapkan. Itu pun, keuntungan masih bisa dikantongi meskipun telah dipangkas sebesar lima persen.
"Kita ikutlah program pemerintah 'merumahkan' rakyat," cetus dia.
Harga jual Lagoon Apartment @ Bekasi Town Square di Bekasi Timur yang dikembangkannya, saat ini telah mengalami kenaikan harga sekitar 20 persen hingga 30 persen. Ketika dipasarkan perdana tahun lalu, patokan harga masih berkisar Rp 9 juta per meter persegi. Kini harga tersebut menjadi Rp 13 juta-Rp 14 juta per meter persegi.
"Lonjakan harga terjadi karena kebutuhan tinggi. Ini ditandai tingkat penjualan 90 persen dari total 560 unit menara pertama. Sementara menara kedua yang belum dirilis resmi sudah terserap 30 persen dari total 785 unit," sebut Direktur PT Triputri Natatama, Suharta.