Studi terbaru BNP Paribas menunjukkan fenomena menarik bahwa berinvestasi properti di kota-kota sehat Tiongkok, akan sangat menguntungkan. Negeri ini punya 600 kota yang potensial untuk dijadikan sebagai pendukung aktivitas investasi Anda.
Namun, tidak mudah mencari kota-kota yang sehat dari total 600 kota tersebut. Oleh karena itu, BNP Paribas memangkasnya menjadi 100 kota pilihan yang dapat memandu Anda untuk berinvestasi pada properti yang harganya melonjak tajam pasca melemahnya pembelian hunian.
Studi tersebut mencatat, transaksi yang terbukukan sepanjang tahun lalu di 100 kota tersebut mencapai seluas 660 juta meter persegi. Luas properti ini mewakili 57 persen dari total volume transaksi di Tiongkok yakni 1,16 miliar meter persegi.
Ada pun kota-kota sehat yang baik untuk investasi properti, antara lain, Shenzhen. Kota ini tampil sebagai pemuncak dan mengungguli 99 kota lainnya.
Shenzhen
menyeruak di tempat teratas karena memenuhi sejumlah indikasi kota sehat untuk investasi properti. Cadangan lahan untuk perumahan masih melimpah untuk 7,4 tahun pembangunan dengan kondisi pasokan rumah terbatas. Kondisi ini diprediksi akan menciptakan lonjakan permintaan hunian di masa depan.Berikutnya adalah Beijing, Xiamen, Guangzhou, Shanghai, Hefei, Dongguan dan Chengdu. Sementara Yantai, dianggap sebagai kota yang paling menarik bagi migran. Pasokan lahannya cukup untuk 9,25 tahun pembangunan dan persediaan perumahan yang masuk pasar cukup untuk 10,94 tahun ke depan
Selain kota-kota tersebut, studi BNP Paribas juga memperlihatkan daerah Delta Sungai Pearl memiliki kota yang lebih baik, diikuti oleh Tiongkok Barat dan Tengah, Delta Sungai Yangtze dan Tiongkok Utara.
Sedangkan kota-kota yang buruk dan harus dihindari untuk investasi properti sebanyak 57 kota. Di antaranya adalah Sanya, Hainan, Harbin, dan Heilongjiang. Kondisi pasar dianggap tidak sehat karena dinamika pasokan dan permintaan tidak seimbang. Pasokan berlebih, sementara permintaan kurang.
Di samping itu, kota-kota tersebut mencatat lima indikasi buruk yakni pasokan tanah berlebih tiap tahun, rumah-rumah yang tidak terjual, ketimpangan antara pasokan dan kebutuhan, jumlah hunian dan rasio penduduk yang tidak seimbang, dan jumlah luas bangunan terjual sedikit.