Bagaimana dengan Indonesia? Siapkah menghadapi MEA? Indonesia sejatinya punya potensi sangat besar. Negara ini menguasai pasar konstruksi dengan nilai lebih dari Rp 500 triliun dari total pangsa pasar konstruksi Asia Tenggara sebesar Rp 1.600 triliun.
Hanya, penguasaan pasar tersebut belum didukung sepenuhnya oleh sumber daya manusia dengan keahlian yang tersertifikasi, standarisasi dan mekanisme tender usaha dan jasa konstruksi, maupun material konstruksi.
Selain itu, Indonesia juga perlu meningkatkan nilai tambah agar daya saing semakin kompetitif. Peningkatan daya saing tersebut dapat ditunjang dengan pembentukan regulasi dan kebijakan persaingan pembangunan infrastruktur, sertifikasi pelaku industri dan jasa konstruksi, serta peningkatan keahlian dan keterampilan (spesialis dan generalis).
Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Hermanto Dardak, mengatakan, meski ASEAN nanti akan menjadi pasar tunggal, namun bukan berarti bisa bebas tanpa aturan. Untuk melakukan usaha jasa konstruksi, Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA), harus bekerjasama dengan Badan Uaha Jasa Konstruksi Nasional (BUJKN) yang berkualifikasi Besar dalam bentuk joint operation (JO), atau joint venture (JV) dengan penyertaan modal asing saat ini dibatasi maksimal sebesar 55 persen untuk kontraktor dan 51 persen untuk konsultan.
"Batasan tersebut akan menjadi 70 persen setelah terbentuknya MEA pada 31 Desember 2015. Dengan demikian, jelas masuk tidaknya BUJKA ke Indonesia tergantung pada kesiapan dan daya saing BUJKN. Saat ini terdapat 16 BUJKA yang telah membentuk kantor perwakilan di Indonesia," ungkap Hermanto, dalam paparan Kesiapan Konstruksi Indonesia dalam menghadapi Pasar Tunggal ASEAN, Kamis (5/6/2104).
Sementara BUJKN dengan kualifikasi Besar yang akan menjadi pesaing atau mitra BUJKA yang terdaftar di Lembaga Pembina Jasa Konstruksi (LPJK) berjumlah 1.300 badan usaha.
Dalam dua tahun ini, Kemeterian PU, ujar Hermanto, telah melakukan sinergi, dan integrasi kesiapan dalam menghadapi MEA. Memperbaiki dan membenahi sistem dan mekanisme industri konstruksi. Misalnya memperbaiki sistem kontrak, tender, dan efisiensi kerja.
"Kesiapa itu menjadi perhatian utama. Pada saat bersamaan, kami juga sedang membangun kawasan yang berdaya saing tinggi dengan membangun konektivitas antarpulau dan koridor ekonomi sejalan dengan Masterplan Percepatan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia," tambah Hermanto.
Sementara di sisi tenaga kerja jasa konstruksi, Indonesia diyakini memiliki daya saing komparatif yang relatif tinggi di lingkungan ASEAN. Indonesia memiliki 600.000 insinyur dengan kompetensi yang bisa disejajarkan dengan negara lainnya.
"Namun, itu saja tidak cukup. SDM jasa konstruksi harus memenuhi mutual recognition arrangement (MRA). Ini standard yang harus dipenuhi. Meski jumlah insinyur kita banyak, tapi yang baru memenuhi MRA hanya 170 insinyur. Ini yang harus kita siapkan sampai tahun 2015," tandas Hermanto.
Pasalnya, pada saat MEA berlaku, betul-betul harus sudah efektif. "Untuk mendukung tadi, kita sudah menyiapkan UU no 11 tahun 2014 tentang Keinsyinyuran yang akan mengintegarsikan MRAs dengan insiyur teregistrasi. Kita ingin melindungi insinyur yang ada. Lalu peran insinyur ditingkatkan sesuai dengan standar dan kompetensi MRA guna memberikan nilai tamdah dan daya saing. Pendek kata kita siap menghadapi MEA," pungkas Hermanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.