Hanya, menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro, Samarinda yang merupakan ibukota provinsi dan dirancang sebagai pusat pemerintahan, pusat administrasi, pusat konservasi dengan basis ekonomi pada industri pariwisata harus memiliki penataan ruang yang memungkinkan eksplorasi sumber daya alam dilakukan sangat efektif.
"Kontribusi industri pertambangan, itu seharusnya diklasterisasi, dan menjadi domain Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur untuk memanfaatkannya seefektif dan seefisien mungkin serta arif dalam mengeluarkan izin pertambangan," kata Bernardus.
Hal senada dikatakan Marketing Executive PT Timur Adya Citra, pengembang Alaya Residences, Benny Hidayat. Samarinda membutuhkan rencana detail tata ruang (RDTR) yang dapat mengakomodasi pertumbuhan bisnis properti yang terukur dan terkendali.
"Pemerintah kota harus bisa memproduksi kebijakan yang ramah investasi, di sisi lain juga harus mampu menata kota dengan baik dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan memaksimalkannya menjadi keunggulan yang tidak terdapat di kota lainnya. Seperti penataan di sepanjang Sungai Mahakam. Kalau ditata, potensinya luar biasa untuk sektor pariwisata dan tentu saja dampaknya sangat positif bagi sektor properti," ujar Benny.
Balikpapan tengah bertransformasi menjadi metropolitan. Meski hanya dipadati populasi kurang dari 1 juta jiwa, kota seluas 503,3 kilometer persegi ini, punya potensi lain yang bisa dikembangkan sehingga mengubahnya menjadi kota metropolitan.
"Di Balikpapan telah terjadi proses penyatuan konurbasi beberapa wilayah di sekitarnya baik secara fisik maupun aktivitas bisnis dan ekonomi. Sehingga kota ini menjadi sentranya. Terlebih Balikpapan berada pada posisi yang sangat strategis secara geografis, ekonomis, dan juga politik," ujar Bernardus.
Balikpapan punya "tarikan" dari berbagai aspek kehidupan. Kota ini tidak tergantung pada Samarinda sebagai ibukota, karena telah lama mempunyai basis ekonomi berupa jasa dan perdagangan dengan cantelan pada industri pertambangan minyak, batu bara, dan gas yang mampu mereka kelola sendiri. Ini dimungkinkan karena banyak perusahaan nasional, dan multinasional yang bercokol di Balikpapan.
Pertumbuhan sektor properti, menurut Bernardus, adalah dampak positif dari kegiatan jasa dan perdagangan tersebut di atas. Kebutuhan hunian, ruang ritel, fasilitas hiburan, dan perhotelan kian menguat seiring intensitas bisnis jasa dan perdagangan.
Diakui Wali Kota Balikpapan, Rizal Effendi, bahwa sektor properti berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Balikpapan yang mencapai 9,03 persen tahun 2013, selain investasi di Kawasan Industri Kariangau (KIK). "Sektor properti menempati posisi atas realisasi investasi dan menjadi generator pertumbuhan ekonomi kota," ujarnya.
Balikpapan, imbuh Bernardus, berpotensi menjadi hub untuk wilayah Kalimantan. Hal ini dipicu oleh pembangunan infrastruktur, pusat kegiatan ekonomi, pusat industri (KIK), pelabuhan laut, dan terbaru Bandara International Sepinggandengan kapasitas 10 juta penumpang per tahun.
"Kelengkapan fasilitas dan infrastruktur serta utilitas kegiatan publik tersebut dapat mendorong kegiatan bisnis regional lebih aktif dengan intensitas tinggi," katanya.
Hanya, perlu diperhatikan dan menjadi visi pemimpin kota Balikpapan ke depan, adalah harus mampu mengendalikan Tata Ruang dan Wilayah kota dalam koridor RTRW 2012-2032 yang telah ditetapkan sebelumnya.
"Wali Kota, siapa pun sosoknya, harus memegang komitmen, dan dapat menyusun RDTR secara terperinci setiap wilayah dan menetapkan zonasi secara ketat. Jika sebuah wilayah akan dikembangkan menjadi pusat komersial yang di dalamnya terdapat properti multifungsi, maka harus menjaganya agar tetap demikian. Sebaliknya, jika sebuah wilayah peruntukannya sebagai ruang terbuka hijau, terlarang bagi komersial," tandas Bernardus.