Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memahami Bencana Lewat "Kota Virtual Tiga Dimensi"

Kompas.com - 24/01/2014, 14:38 WIB
Oleh Gianluca Lange
 
KOMPAS.com - Lokasi Indonesia yang terletak di dalam zona seismik menjadikannya salah satu negara yang rentan terhadap bencana alam seperti gempa bumi, tsunami dan banjir. Jakarta sebagai ibukota dengan pembangunan terdepan pun tak lepas dilanda bencana alam, terutama banjir.

Banjir merupakan salah satu masalah besar di Indonesia, terutama di daerah seperti Jakarta. Menurut laporan Ranking of the World’s Cities Most Exposed to Coastal Flooding Today and in the Future yang dirilis oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), Jakarta menempati urutan ke-20 sebagai kota dengan populasi terbanyak yang terancam banjir pesisir pada 2070. Urutan itu termasuk soal perubahan iklim dan perubahan sosial ekonomi, setelah Calcutta, Mumbai, Dhaka, Guangzhou, Ho Chi Minh City, Shanghai, Bangkok, dan Tokyo.

Buruknya infrastruktur dan perencanaan tata kota yang tidak optimal, jika disertai dengan musibah banjir monsun dapat menyebabkan tanah longsor, dan mengakibatkan kerusakan jalan, bangunan, perumahan dan fasilitas umum. Hal ini dapat berujung pada terganggunya kemajuan ekonomi dan kehidupan sehari-hari.

Mengingat banyaknya penduduk dan aset di lokasi kota pelabuhan seperti Jakarta, serta peran pentingnya dalam perdagangan global, kegagalan untuk mengembangkan strategi adaptasi yang efektif dapat menimbulkan konsekuensi terhadap kondisi ekonomi, baik dalam skala lokal, nasional, bahkan lebih luas lagi.

Berdasarkan data dari Nature Climate Change Report, kerugian rata-rata akibat banjir pada 2005 secara global diperkirakan mencapai 6 miliar Dolar AS per tahun. Angka kerugian itu diperkirakan meningkat menjadi 52 miliar Dolar AS pada 2050.

Sementara itu, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Indonesia melaporkan bahwa jumlah kerugian ekonomi akibat banjir di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) pada awal Februari 2007 diperkirakan mencapai Rp 5,16 triliun. Menurut Gubernur DKI Jakarta , Joko Widodo, banjir besar yang terjadi pada awal 2013 di Jakarta menyebabkan kerugian ekonomi lebih dari Rp 20 triliun.

Parsons Brinckerhoff Tampilan 3D kota Seattle dengan indikasi visual dari lokasi transportasi utama dan terowongan utilitas.
3D kota virtual

Melihat kenyataan itu, Pemerintah Indonesia harus menemukan cara baru untuk mencegah dan mengurangi kerusakan akibat banjir. Cara baru tersebut termasuk pembangunan infrastruktur, pemeliharaan jangka panjang, serta kesiapsiagaan pada saat terjadi bencana.

Saat ini, teknologi dapat memberikan masukan yang penting kepada pemerintah dan para insinyur, yaitu cara yang lebih baik untuk memprediksi perilaku lingkungan yang telah terbentuk atau akan segera terbentuk pada saat terjadinya krisis. Teknologi canggih menyediakan metode proaktif yang secara lebih efektif membantu mewujudkan masyarakat yang tahan terhadap bencana.

Desain atau rancang bangun yang tidak terencana dengan baik adalah penyebab utama dari banyak kerusakan yang terjadi pada saat bencana, termasuk banjir, gempa bumi, tsunami atau bencana alam lainnya. Bangunan dan infrastruktur penting hancur karena bangunan tersebut memang tidak dirancang dengan kekuatan untuk menahan gempuran alam yang kini kian kuat.

Salah satu teknologi maju kini muncul dari Autodesk atau perusahaan lainnya yang mengakomodir arsitektur, desain teknik serta data geospasial dapat membantu pemerintah menyelesaikan permasalahan yang ada. Kota-kota tersebut dapat menggunakan data geospasial yang tepat dan menerapkannya pada seluruh siklus infrastruktur, termasuk operasional dan pemeliharaan. Integrasi ini memungkinkan terjadinya perubahan signifikan untuk memenuhi kebutuhan perencanaan dan pengaturan tata kota.

Kompas.com/Ronny Adolof Buol Sebuah masjid di Kelurahan Ketang Baru, Kecamatan Singkil, Manado tidak luput dari rendaman lumpur yang dibawa bajir bandang pada Rabu (15/1/2014).
Dapat dibayangkan, betapa sulitnya perencanaan dan pengaturan tata kota, terutama bila data yang tersedia tidak lengkap atau usang. Atau bahkan, ketika pelbagai sistem penyimpanan data tidak dapat tersambung satu sama lain.

Tantangan besar yang dihadapi pemerintah saat ini adalah bagaimana seefektif mungkin mengatasi masalah akibat kelangkaan lahan, pengembangan lahan yang cepat, dan meningkatnya permintaan data yang berkaitan dengan tanah oleh sektor publik dan swasta. Proyek-proyek pengelolan fasilitas, perencanaan perkotaan dan konstruksi publik memerlukan pengambilan keputusan yang cepat. Pengambilan keputusan seperti ini mengharuskan organisasi-organisasi pemerintah mengumpulkan berbagai macam data dari sumber internal dan eksternal.

Tak hanya itu. Mereka juga diharapkan benar-benar memahami data tersebut, dan mengetahui keterkaitan antara struktur, aset dan audiens yang berlainan.

Pada skala besar, penciptaan model virtual kota secara 3D dapat membantu pemilik, kontraktor, arsitek, insinyur dan bahkan masyarakat umum memahami bagaimana dan dan hal apa saja yang perlu diprioritaskan dalam upaya pemulihan setelah bencana, sehingga perbaikan dapat dilakukan secepat mungkin. Ini sangat relevan untuk perbaikan fasilitas yang keberadaannya sangat vital untuk mendukung kehidupan masyarakat dan bisnis dapat berlangsung normal kembali.

Selain itu, model tersebut dapat digunakan untuk merencanakan pembangunan kota secara lebih efektif di masa mendatang. Las Vegas misalnya, menciptakan model "3D digital kota" tersebut dengan bantuan VTN Consulting dan Autodesk. Model ini mencakup infrastuktur atas dan bawah permukaan tanah.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com