Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berapa Jumlah Kekurangan Rumah Rakyat? Tak Jelas....

Kompas.com - 16/01/2014, 17:42 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Defisit rumah rakyat atau lazim disebut backlog yang selama ini didengung-dengungkan, dianggap tidak jelas. Ketidakjelasan tersebut berpengaruh terhadap kebijakan perumahan Nasional yang dibuat pemerintah. Pada gilirannya, arah kebijakan menjadi salah, untuk kemudian dikatakan sesat.

Ketua Dewan Kehormatan Real Estat Indonesia (REI) Teguh Satria, mengatakan hal tersebut saat berbicara dalam seminar Pandangan ke Depan Kebijakan Rumah di Tahun Politik 2014, Kamis (16/1/2014). Menurut Teguh, sampai 2010 lalu kekurangan rumah mencapai 13,9 juta. Jika diasumsikan per tahun kebutuhan mencapai 700.000 sampai 800.000 unit, maka backlog kumulatif mencapai sekitar 15 juta.

"Itu dari segi jumlah yang hanya merupakan angka asumsi. Belum lagi bila dilihat secara lebih jernih dan menghindari dikotomi; kebijakan dan implementasi, maka ketidakjelasan itu juga harus dijabarkan melalui perspektif segmentasi rumah yang mengalami disparitas tersebut," papar Teguh.

Rumah, lanjut Teguh, pada dasarnya dibagi dalam tiga segmen utama. Pertama, rumah yang milik. Rumah kategori ini juga terbagi lagi menjadi dua, rumah milik subsidi dan rumah milik komersial. Kedua, rumah sewa dan ketiga rumah sosial.

"Bagaimana mau menghasilkan peta jalan (roadmap) perumahan bila dalam merumuskan segmen atau kategori rumah dan jumlah backlog saja masih bias?," tanya Teguh.

Untuk itu, ia mengusulkan, satu-satunya jalan keluar efektif adalah pembentukan tabungan perumahan rakyat (Tapera). Namun, sayangnya, lanjut Teguh, draft Undang-undang Tapera yang beredar tidak sesuai dengan yang dibayangkannya.

"Seharusnya Tapera juga ada peruntukan bagi pemanfaatan rumah sosial, karena, rumah sosial itu sasarannya adalah MBR sektor informal yang jangankan menabung, makan aja susah. Usulan konkrit Tapera harus punya azas gotong royong. Namun, pemanfaatannya untuk rumah sewa dan sosial," ujar Teguh.

Jadi, kelemahan kebijakan Perumahan Nasional, khususnya rumah rakyat ini berangkat pada asumsi jumlah backlog 15 juta yang tidak pernah diidentifikasi ada di mana dan dari segmen mana saja.

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Endang K Wijaya, mengusulkan agar implementasi kebijakan perumahan nasional menjadi efektif sekaligus realisasi UU No 1 tahun 2011 tentang Pengadaan Pembangunan Perumahan, masing-masing Pemerintah Daerah harus diberikan target membangun rumah subsidi.

"Pemda, pengembang dan perbankan harus satu suara agar tercipta sinergi yang solid," tukasnya.

Pemda jugalah, menurut Ketua DPD REI Batam, Djaja Roeslim, yang seharusnya menyediakan lahan dan berbagai kemudahan serta insentif bagi pengembang.

"Pemda harusnya sadar, bahwa penyediaan rumah bagi rakyat merupakan tugas dan tanggung jawab serta kewajiban mereka. Paradigma selama ini harus diubah. Kami para pengembang hanya mitra yang digandeng pemerintah," ujar Djaja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau