Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Relevankah REI di Sektor Properti Indonesia?

Kompas.com - 25/11/2013, 11:41 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Relevansi dan eksitensi asosiasi pengembang, Real Estate Indonesia (REI), mulai dipertanyakan. Tidak saja karena unsur kepemimpinannya, melainkan juga peran dan kontribusinya dalam mengembangkan dan menumbuhkan sektor properti di Indonesia.

Demikian rangkuman berbagai pendapat yang dikemukakan pelaku industri properti dalam kerangka Musyawarah Nasional Real Estate Indonesia ke XIV yang berlangsung 24-27 November 2013.

Menurut Presiden Komisaris PT Grahabuana Cikarang, Tanto Kurniawan, REI sebagai wadah para pengusaha di sektor properti seharusnya menjadi counter part buat pemerintah dalam hal pembuatan regulasi, penyediaan rumah dan penciptaan lapangan perkerjaan.

"Jadi, peran dan eksistensi REI harusnya jauh lebih besar. Pengurus REI harus profesional, berdedikasi, bervisi nasional dan internasional. Jangan hanya mewakili kepentingan perusahaannya. Pengurus REI Harus bersedia melepas baju kepentingannya demi kepentingan yang lebih luas yakni bagaimana sektor properti Indonesia terus tumbuh," papar Tanto kepada Kompas.com, di Jakarta, Senin (25/11/2013).

Para pelaku industri properti, lanjut Tanto, masih mengharapkan peran dan kontribusi lebih besar dari asosiasi yang didirikan pada tahun 1972 ini. Minimal seperti pada awal-awal REI berdiri. Karena konstelasi properti sekarang sudah sangat global sifatnya dan kompetisi semakin ketat. Untuk itu, REI beserta pengurusnya juga harus berpikir dan bertindak global.

Hal senada diungkapkan CEO MGM Land, Suyanto Chandra. Ia berharap REI dapat memainkan perannya lebih luas lagi secara internal dan eksternal. Tidak saja membantu anggotanya untuk tumbuh penjadi perusahaan pengembang yang tepercaya, profesional dan memiliki kemampuan tinggi, melainkan juga membantu upaya pengembang dalam menarik investasi asing.

"Kami mengharapkan REI dapat meyakinkan pemerintah untuk mengegolkan aturan mengenai kepemilikan asing atas properti yang diproduksi pengembang. Namun, hingga saat ini, regulasi yang diharapkan dapat lebih membantu menumbuhkan pasar properti, justru belum lahir," kata Suyanto.

Menurut Tanto, saat ini pengurus REI hanya sibuk dengan hal-hal kecil yang justru tak berdampak luas dalam menumbuhkembangkan sektor properti Indonesia. Padahal zaman dulu, ketika kepemimpinan REI dipegang Ciputra, Ferry Sonneville, dan Edwin Kawilarang, sekadar menyebut nama, sangat disegani.

"Saat itu, kurun 1970-an sejak REI berdiri hingga akhir 2000-an, reputasi Indonesia sangat positif di panggung properti dunia. Indonesia dianggap sebagai salah satu kiblat sektor properti dunia karena peran dan lobi pengurus REI," imbuhnya.

Tak mengherankan, ketika setiap Munas selesai dan pemimpin baru terpilih, REI langsung melakukan audiensi dengan Kepala Negara (Presiden). Bukan dengan pejabat selevel Menteri.

Oleh karena itu, saran Tanto, REI harus melakukan terobosan. Terutama di bidang regulasi yang sangat menentukan keberlangsungan bisnis dan industri properti. Selama ini setelah masa keemasan lewat, pemerintah seolah menetapkan regulasi tanpa melibatkan REI.

Ini bisa jadi karena ada dua hal yang mendasarinya. Pertama karena memang one way communication yang dianut pemerintahdalam memproduksi kebijakan atau kedua, karena pengurus REI tidak memiliki kapabilitas jadi tidak "pernah" diajak berkomunikasi.

CEO Margahayu Land, Hari Raharta Sudrajat, mengakui bahwa peran REI belum optimal. Menurutnya, struktur organisasi REI yang semestinya bekerja lebih efektif dengan jangkauan pengaruh lebih luas adalah Kesekretariatan.

"Kesekretariatan masih harus dibenahi dan diisi oleh orang-orang profesional, berwawasan ke depan, dan juga mampu memetakan masalah dan menyediakan solusi sektor properti secara komprehensif," ujar Hari.

Baik Tanto, Hari dan Suyanto, masih berharap ke depan, REI tak hanya sekadar lembaga pemberi stempel atau sertifikasi keanggotaan pengembang saja. "Kami harus dapat merasakan manfaat menjadi anggota REI," imbuh Suyanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau