Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepemilikan Properti Asing, Isu "Basi" yang Tetap Diperjuangkan

Kompas.com - 22/11/2013, 13:45 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menyambut Musyawarah Nasional (Munas) XIV yang akan diadakan 24-27 November 2013 mendatang, Realestat Indonesia (REI) kembali menggaungkan isu kepemilikan properti di Indonesia oleh pemilik modal asing. Meskipun terkesan "basi", isu kepemilikan properti asing tetap akan menjadi salah satu topik utama untuk kepengurusan REI mendatang.

Mantan Menteri Perindustrian RI yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum DPP REI periode 1989-1992, Moh S Hidayat, mengatakan bahwa dalam bisnis internasional, khususnya di kawasan ASEAN, semua negara mengadopsi aturan orang asing. Pihak asing bisa membeli properti dengan aturan dan batasan tertentu, dan masing-masing membuat aturan sendiri.

"Kami dari REI ini sudah memperjuangkannya. Saya sendiri waktu (menjabat sebagai) ketua umum di DPR pernah berdebat dengan anggota DPR dan saya dituduh mau menjual Tanah Air," kata Hidayat pada Pertemuan Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) REI, Kamis (21/11/2013) malam tadi di Hotel Borobudur, Jakarta.

Ketua Kehormatan BPO REI ini mengatakan bahwa orang asing membeli properti adalah hal lazim. Bahkan di Negara Komunis, RRC, lanjut Hidayat, hal itu sudah dilakukan.

"Jadi, benchmark-nya itu sudah ada. Tapi, tentu, limitasi dan aturan tiap negara berbeda," imbuhnya.

"Kita sudah menyiapkan semua, mulai dari masalah hukumnya, sampai aturannya, harganya, ketentuan apa saya yang bisa dijual, apa yang tidak boleh. Terakhir, dalam dialog dengan Presiden, teman-teman juga sudah menyanggupi. Jadi, kelihatannya masih ada satu hal yang menyangkut nonteknis masih menghambat," tambah Hidayat.

Hidayat juga mengungkapkan bahwa secara pribadi dia berharap agar Munas REI tahun ini menggaungkan kembali masalah kepemilikan properti oleh pihak asing. Pasalnya, berbagai perangkat sudah tersedia dan dukungan dari presiden pun sudah dikantongi oleh REI.

Sementara itu, ditemui di akhir acara pertemuan, Ketua BPO Teguh Satria mengatakan bahwa pengembang lokal tidak perlu khawatir. Masuknya pemilik modal asing ke Indonesia memang akan memiliki dua sisi, positif dan negatif.

"Peraturan kita seperti hutan rimba. Itu di dalam hal ini bisa menguntungkan pengembang domestik. Mana ada pengembang asing yang berani masuk sendirian. Mau tidak mau dia harus menggandeng kita. Jadi, tren itu yang akan terjadi yang harus kita persiapkan 2015," kata Teguh.

Dia juga menambahkan bahwa hal ini akan menjadi tantangan bagi policy maker Indonesia.

"(Hal) itu membawa dampak positif juga bagi situasi di Indonesia, bahwa kita punya pesaing di luar. Oleh karena itu, kita berharap bukan hanya orang kita yang beli di Malaysia, di Australia, di Amerika, tapi mereka dimudahkan untuk beli, tapi tidak usah khawatir karena itu tidak akan bisa dibawa lari dan lain-lain," lanjut Teguh.

Teguh juga memberikan gambaran keuntungan yang bisa diraup oleh Pemerintah Indonesia dalam kepentingan membangun rumah rakyat.

"Kalau kita bisa menjual 10.000 unit setahun, dengan harga misalnya Rp 5 miliar atau 500.000 dollar AS. Uang sebanyak itu langsung capital inflow atau foreign direct investement. Itu yang langsung. Belum mereka yang akan spend money di sini," tambah Teguh.

"Kalau 5 juta dollar AS, PPN 10 persen, PPH 5 persen, PPHTB 5 persen, Pajak Penjualan Barang Mewah 20 persen, dan lain-lain 3 persen, itu 43 persen. Kalau 40 persen saja, kali 5 juta dollar AS, berarti sudah dapat 2 juta dollar AS pajak tambahan. Bayangkan, kalau itu dirupiahkan, itu sekitar Rp 20 triliun. Kita tahu, anggaran Kementerian Perumahan Rakyat saja cuma Rp 4 miliar. Dengan pajak yang masuk itu kita bisa bangun rumah untuk rakyat," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau