Anggota Komisi V DPR RI Yoseph Umar Hadi mengatakan hal tersebut di Jakarta, Selasa (24/9/2013) dalam sebuah diskusi bertajuk, "Membedah Regulasi Perumahan Rakyat, Perlu Keseriusan Pemerintah".
Keadaan darurat yang dimaksud terjadi dalam semua lini "lanskap" perumahan rakyat. Mulai dari tata ruang, regulasi hingga pendanaan. Darurat tata ruang, menurut Yoseph, adalah keadaan tata ruang yang tumpang tindih. Zonasi untuk permukiman dicampur dengan komersial. Demikian pula sebaliknya. Padahal tata ruang merupakan basis perumahan, karena menyangkut lahan.
"Kalau tata ruangnya tidak jelas, alias belum dijadikan Perda dan belum sampai ke peraturan zonasi, bagaimana kita mau buat perumahaan yang terjangkau, nyaman, aman. Sampai saat ini, baru 49 persen Pemda di seluruh Indonesia yang sudah membuat Perda. Dengan kata lain, baru 18 dari 33 provinsi yang memiliki perangkat regulasi perumahan yang jelas," ujarnya.
Untuk membangunan kekurangan hunian sebanyak itu, diperlukan lahan seluas 360.000 hektar untuk rumah tapak dan 72 hektar untuk rumah susun.
Keadaan darurat yang kedua, lanjut Yoseph, adalah pendanaan. Dia menyebutkan beberapa indikator, seperti fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang hanya sebesar Rp 2 triliun dan tidak terserap dengan baik. Untuk itu, Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) harus segera diselesaikan. Tapera merupakan solusi pendanaan untuk menyelesaikan backlog hingga 2033 mendatang.
"Lagipula, angka 2,5 persen hanya dibebankan kepada pekerja. Sebaliknya untuk yang 5 persen, bebannya bisa dibagi kepada pekerja dan perusahaan, masing-masing 2,5 persen. Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) sudah setuju. Jika pemerintah dan DPR sepakat, pengusaha tidak bisa menolak. Sayangnya, pemerintah sendiri masih ragu-ragu," ujarnya.