JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan transportasi perkotaan yang sudah dan tengah dikembangkan justru malah menimbulkan kemacetan. Hal ini menimbulkan anggapan pemerintah tidak berpihak kepada publik.
Ketidakberpihakan pemerintah terlihat dari minimnya jumlah luasan jalan bagi transportasi massal ketimbang jalan untuk kendaraan pribadi.
Contohnya Jakarta. Di ruas jalan arteri, kendaraan pribadi mengambil ruang hingga 20 meter sementara untuk angkutan massal seperti Trans-Jakarta hanya 4 meter.
"Padahal lajur itu dapat memindahkan manusia lima kali lipat lebih banyak dari lajur kendaraan pribadi," ungkap Country Director Institute for Transportation and Development Yoga Adiwinarto, di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Kamis (23/6/2016).
Selain bagi kendaraan transportasi umum, Yoga juga menilai pemerintah harus berpihak pada pejalan kaki. Jumlah trotoar di Jakarta masih minim, apabila dibandingkan dengan jalan kendaraan bermotor.
"Kalau ada ruang 100 meter ya pemerintah harus buat 50 meter bagi pejalan kaki dan 50 meter lagi untuk pejalan kaki dan sepeda. Syukur kalau presentasi buat pejalan kakinya bisa lebih besar," lanjut dia.
Ruang yang tak bertambah besar dan lonjakan penduduk disertai meningkatnya kendaraan bermotor tiap tahunnya juga menjadi indikator bagi masyarakat untuk mengurangi daya jelajahnya.
Konsep compact city dan transit oriented development (TOD) dinilai Yoga sangat bagus untuk transportasi perkotaan.
Dalam konsep tersebut penataan ruang diorientasikan pada pusat-pusat pelayanan angkutan publik bukan pada jaringan jalanan, sehingga memudahkan perjalanan bagi masyarakat yang berjalan kaki atau menggunakan sepeda untuk menuju pusat transit.
Yoga lantas berharap Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia bisa meniru rencana yang dimiliki oleh pemerintah kota Hamburg, Jerman.
"Pada tahun 2034 nanti, di Hamburg, publik yang menggunakan mobil pribadi tidak lagi boleh masuk ke tengah kota. Kalau mereka mau ke sana ya jalan kaki, naik sepeda, atau menggunakan transportasi umum," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.