Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reklamasi dan Visi Poros Maritim Jadi Tantangan

Kompas.com - 21/06/2016, 21:43 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Visi pemerintah pusat yang mengedepankan poros maritim masih belum jelas penerapannya di lapangan. Di sisi lain pemerintah justru melontarkan wacana reklamasi di sejumlah daerah di Indonesia, antara lain di DKI Jakarta.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (IPSK-LIPI) Tri Nuke Pudjiastuti mengatakan hal tersebut menjadi tantangan bagi manfaat program dan dampak sosial serta lingkungannya.

"Kita tahu kebijakan Presiden Joko Widodo sangat melibatkan pembangunan maritim. Ini menjadi tantangan bagi kita semua, ketika pembangunan maritim dikedepankan," ujar Tri saat studi kasus Reklamasi Pesisir Indonesia dan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) di Gedung LIPI, Jakarta, Selasa (21/6/2016).

Dengan motto Poros Maritim Dunia, artinya perlu ada konektivitas bagi seluruh wilayah. Pertanyaan selanjutnya, kata Tri, sejauh mana kebijakan dan penerapan kebijakan dari reklamasi tersebut yang mampu membuat masyarakat lokal tidak tereksekusi dari lingkungannya.

Tri juga mempertanyakan sejauh mana masyarakat lokal mempunyai hak akses kepada sumber ekonomi. Begitu pula pertanyaan bagaimana korelasi yang dibangun antara pengusaha, masyarakat lokal dan pemerintah daerah.

Seharusnya, ketiganya ini menjadi sebuah kekuatan, tidak berat sebelah pada satu pihak saja.

"Jadi kalau kita mengatakan pengelolaan pesisir terpadu yang berbasis masyarakat itu seperti apa," jelas Tri.

Ia menjelaskan, pengembangan sosial ekonomi yang selama ini lebih berorientasi ke darat juga perlu dikembangkan dengan mengaitkan pada kawasan andalan di laut Indonesia.

Sementara pengembangan sumber daya manusia di sektor maritim harus bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan penduduk di wilayah maritim.

Pada hakekatnya, sebuah program atau proyek yang bertajuk pembangunan itu memang harus memiliki kesadaran dalam memelihara lingkungan sekaligus memberi manfaat sosial dan ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat.

Tanpa itu, kegiatan atas nama pembangunan hanya memupuk kapital bagi segelintir orang yang memiliki kekuasaan.

"Paradigma pembangunan inklusif dan berkelanjutan mungkin dapat memberikan jawaban atau strategi pembangunan tanpa merusak kemampuan generasi mendatang," sebut Tri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau