Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Perselisihan, Pengembang Apartemen Harus Bentuk Manajemen Hubungan Pelanggan

Kompas.com - 16/05/2016, 10:12 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Tren pengaduan menyangkut perselisihan antara pembeli atau pemilik properti dengan pengembang terus meningkat selama empat tahun terakhir.

Selain itu, masalah juga bertambah. Namun, jika dilihat dari karakteristiknya, terdapat dua jenis pengaduan yakni terkait landed housing (perumahan tapak), dan vertical housing (apartemen).

Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), untuk tahun ini pengaduan dari sektor properti masih mendominasi dan menempati urutan kedua setelah perbankan.

Masih menurut YLKI, masalah utama yang diadukan adalah masalah saat pra konstruksi, konstruksi, dan ketika properti tersebut dihuni.

Adapun masalah saat properti tersebut dihuni jumlahnya lebih banyak lagi ketimbang tahun sebelumnya, seiring dengan pesatnya pembangunan apartemen.

Di antara sekian banyak masalah, yang mendominasi pengaduan adalah dua masalah internal yakni penetapan tarif Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) dan penggunaan serta pengelolaan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos).

Penetapan IPL seringkali dilakukan secara sepihak oleh Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) tanpa melalui musyawarah dengan seluruh penghuni.

Konsumen mengadukan penetapan IPL secara sepihak oleh P3SRS yang dituding membawa kepentingan pengembang.

Pasalnya, keanggotaan P3SRS juga terdapat unsur pengembang. Ada bisnis yang mereka kelola dalam keanggotaan P3SRS. 

Sementara dalam hal penggunaan dan pengelolaan fasum dan fasos, tidak disosialisasikan dengan benar.

Padahal karakter rumah tinggal landed dengan apartemen berbeda. Termasuk pengaruhnya terhadap biaya tagihan listrik.

Instagram Foto yang diunggah Sandiaga Uno di akun Instagram-nya, sandiuno, pada Rabu (11/5/2016) malam, terkait protes para penghuni apartemen Sudirman Mansion terhadap kafe Lucy In The Sky.
Di apartemen, kita mengenal barang bersama, fasilitas bersama dan milik bersama. Dengan begitu secara otomatis tarif listrik yang dibebankan kepada penghuni atau pemilik apartemen pun berbeda. Di apartemen tarif listrik bersifat bisnis.

Celakanya, P3SRS seringkali tidak melakukan edukasi dan sosialisasi. Mereka menaikkan tarif dengan interval waktu 3 bulan.

Hal-hal seperti ini tidak dipahami oleh pemilik dan penghuni sehingga menimbulkan masalah.

"Berkaca dari kasus-kasus perselisihan antara pemilik dan P3SRS, kehadiran manajemen hubungan pelanggan atau customer relationship management (CRM) menjadi penting dan sangat dibutuhkan," ujar General Manager PT Jogjakarta Artha Makmur (pengembang Student Castle), M Farchan Salman, kepada Kompas.com, Minggu (15/5/2016). 

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau