Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Program Rumah Swadaya Sulit Dievaluasi

Kompas.com - 30/01/2016, 19:00 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kendati berhasil membangun dan memperbaiki kualitas 82.245 rumah swadaya sepanjang tahun 2015, program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dinilai sulit dipertanggungjawabkan hasilnya.

Pasalnya, kegiatan pembangunan melalui mekanisme BSPS minim pengawasan dari kelompok penerima bantuan (KPB).

BSPS tidak bisa dievaluasi, kalaupun ada cuma dari segi skemanya saja. Dengan demikian, pelaksanaan evaluasi akan sulit sekali.

"BSPS yang melalui bedah rumah ini cuma bisa dilihat konsultan, orang pemda, koordinator yang semuanya kan pihak penyedia semua sementara kelompok masyarakat tidak ada yang mengawasi," jelas pengamat perumahan, Jehansyah Siregar, di Jakarta, Jumat (29/1/2016).

Biaya BSPS yang berkisar antara Rp 10 juta hingga Rp 30 juta per unit rumah juga dianggap sebagai jumlah besar sehingga membuat evaluasi kian sulit dilakukan.

Kritik tajam lainnya terkait program BSPS ini adalah dipekerjakannya konsultan-konsultan guna memudahkan penyaluran dana BSPS.

Alasan program ini masih ada, kata Jehansyah, karena menarik kepentingan banyak pihak, dan memungkinkan terciptanya birokrasi rente lewat konsultan-konsultan manajemen.

"Program selesai ya tanggungjawab konsultan itu juga selesai dan pemerintah akan mengeluarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) triliunan lagi untuk program yang sama, yang jejaknya nggak ada," papar Jehansyah.

Akibatnya, lanjut Jehansyah, BSPS bisa dianggap sebagai temuan dari segi kebijakan yang memiliki kemungkinan pelepasan aset negara tanpa adanya pembenaran atau justifikasinya.

Jehansyah kemudian mengambil contoh dari pembelian semen. Jika satu rumah rata-rata menggunakan 30 sak semen dengan harga Rp 2 juta, maka untuk 82.000 rumah dapat dipastikan lebih dari 2,5 juta sak yang harus dibeli.

Contoh itu menunjukkan, pemerintah membuang APBN secara cuma-cuma mengingat di sisi lain mestinya pemerintah mampu memanfaatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang semen.

"Kalau ini betul-betul mau jadi program bantuan pemerintah ya tegaskan BUMN semen untuk menyediakan 2,5 juta sak dan dibagikan ke beberapa provinsi. Tapi ini kan nyatanya enggak, malah membeli semen pakai APBN padahal punya BUMN semen," cetus Jehansyah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com